ASIDI ALKALIMETRI
PENDAHULUAN
Salah satu cara dalam penentuan
kadar larutan asam basa adalah dengan melalui proses titrasi asidi-alkalimetri.
Cara ini cukup menguntungkan karena pelaksanaannya mudah dan cepat, ketelitian
dan ketepatannya juga cukup tinggi.
Titrasi
asidi-alkalimetri dibagi menjadi dua bagian besar yaitu asidimetri dan
alkalimetri. Asidimetri adalah titrasi dengan menggunakan larutan standar asam
untuk menentukan basa. Asam-asam yang biasanya dipergunakan adalah HCl, asam
cuka, asam oksalat, asam borat. Sedangkan alkalimetri merupakan kebalikan dari
asidimetri yaitu titrasi yang menggunakan larutan standar basa untuk menentukan
asam.
Pada percobaan ini adalah penentuan
kadar dengan metode asidi-alkalimetri menggunakan indikator phenopthalein dan
metil jingga, hal ini dilakukan karena jika meggunakan indikator yang lain,
adanya kemungkinan trayek pH-nya jauh dari titik ekuivalen.
DASAR TEORI
Asidimetri
dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion hidrogen
yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk
menghasilkan air yang bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai
reaksi antara donor proton (asam ) dengan penerima proton (basa).
Asidimetri merupakan penetapan
kadar secara kuantitatif terhadap senyawa-senyawa yang bersifat basa dengan
menggunakan baku asam. Sebaliknya alkalimetri adalah penetapan kadar
senyawa-senyawa yang bersifat asam dengan menggunakan baku basa.
a.
Asam dan basa
Ada
3 pengertian mengenai apa yang disebut asam dan apa yang disebut basa :
1. Menurut
Arrhenius ,
Asam
adalah senyawa yang jika dilarutkan dalam air akan terurai menjadi ion hydrogen
(H-) dan anion, sedangkan basa adalah senyawa yang jika dilarutkan dalam air
akan menghasilkan ion hidroksida (OH-) dan kation. Teori Arrhenius hanya
berlaku untuk senyawa anorganik dalam pelarut air.
2. Untuk dapat berlaku dalam segala pelarut, maka
Bronsted pada tahun 1923 memberikan batasan yaitu : asam adalah senyawa yang
cenderung melepaskan proton sedangkan basa adalah senyawa yang cenderung
menangkap proton.
A → H + B
Asam → proton + basa konjugatnya
3. Batasan
lain diberikan oleh Lewis pada tahun 1938 yang menyatakan bahwa asam adalah
akseptor (penerima ) pasangan electron sedangkan basa adalah donor (pemberi )
pasangan electron. Dengan batasan ini maka konsep mengenai asam-basa berubah
sama sekali yaitu : senyawa asam itu tidak harus mengandung hydrogen. Menurut
Lewis reaksi berikut adalah reaksi asam basa :
NH3 + BF3 →
H3N:BF3
Secara skematis ketiga teori di atas dapat
digambarkan dalam skema berikut :
Teori
|
Asam
|
Basa
|
Arrhenius
|
Donor proton
|
Donor hidroksida
|
Bronsted
|
Donor proton
|
Akseptor proton
|
Lewis
|
Akseptor pasangan
electron
|
Donor pasangan elektron
|
Prinsip titrasi :
Reaksi
netralisasi
Reaksi umum :
·
Alkalimetri
Zat uji
bersifat asam lemah + larutan baku basa
→ garam +air
Contoh :
CH3COOH +
NAOH → CH3COONA (garam) + H20 (air )
·
Asidimetri
Zat
uji bersifat basa lemah + larutan baku asam → garam + air
Contoh :
NH4OH + HCL → NH4CL + H20
LARUTAN BAKU
Larutan
baku adalah larutan suatu zat terlarut yang telah diketahui konsentrasinya.
Terdapat 2 macam larutan baku, yaitu:
1. Larutan baku primer
Adalah suatu larutan yang telah diketahui secara tepat konsentrasinya melalui metode gravimetri. Nilai konsentrasi dihitung melalui perumusan sederhana, setelah dilakukan penimbangan teliti zat pereaksi tersebut dan dilarutkan dalam volume tertentu.
Contoh: NaCl, asam oksalat, asam benzoat.
1. Larutan baku primer
Adalah suatu larutan yang telah diketahui secara tepat konsentrasinya melalui metode gravimetri. Nilai konsentrasi dihitung melalui perumusan sederhana, setelah dilakukan penimbangan teliti zat pereaksi tersebut dan dilarutkan dalam volume tertentu.
Contoh: NaCl, asam oksalat, asam benzoat.
Larutan
standar primer adalah larutan standar yang konsentrasinya diperoleh dengan cara
menimbang.
Syarat-syarat larutan baku primer:
- mudah diperoleh, dimurnikan, dikeringkan(jika mungkin pada suhu 110-120 derajat celcius) dan disimpan dalam keadaan murni.
- tidak bersifat higroskopis dan tidak berubah berat dalam penimbangan di udara.
- zat tersebut dapat diuji kadar pengotornya dengan uji kualitatif dan kepekaan tertentu.
- sedapat mungkin mempunyai
- zat tersebut harus mudah larut dalam pelarut yang dipilih.
- reaksi yang berlangsung dengan pereaksi tersebut harus bersifat stoikiometrik dan langsung. kesalahan titrasi harus dapat diabaikan atau dapat ditentukan secara tepat dan mudah.
2. Larutan baku sekunder
Adalah suatu larutan dimana konsentrasinya ditentukan dengan jalan pembakuan menggunakan larutan baku primer, biasanya melalui metode titrimetri.
Contoh: NaOH
Larutan
standar sekunder adalah larutan yang konsentrasinya diperoleh dengan cara
mentitrasi dengan larutan standar primer.
Syarat-syarat larutan baku sekunder:
- derajat kemurnian lebih rendah daripada larutan baku primer
- mempunyai BE yang tinggi untuk memperkecil kesalahan penimbangan
- larutannya relatif stabil dalam penyimpanan
Syarat-syarat larutan baku sekunder:
- derajat kemurnian lebih rendah daripada larutan baku primer
- mempunyai BE yang tinggi untuk memperkecil kesalahan penimbangan
- larutannya relatif stabil dalam penyimpanan
Contoh pembuatan
larutan baku
1. Pembuatan
Larutan Baku Asam Klorida
Asam
klorida yang sering digunakan untuk titrasi adalah dengan konsentrasi 1N; 0,5N;
0,1N. Sebelum membuat larutan baku HCl harus diperhatikan dulu berapa persen
konsentrasi HCl yang tersedia karena akan berpengaruh terhadap perhitungan
perubahan (konversi) dari persen HCl ke normalitas HCl.
Cara
membuat larutan HCl 0,1 N sebanyak 1000 ml dari HCl 37% adalah sebagai berikut
; Pipet 8,3 ml HCl 37% encerkan dengan aquadest ad 1000 ml.
2. Pembuatan
Larutan Baku Asam Sulfat
Larutan baku asam sulfat 0,1 N dibuat denga
cara mengencerkan 4,904 gram asam sulfat dengan air secukupnya hingga diperoleh
1000 ml larutan. Dengan mempertimbangkan berapa persen asam sulfat yang
tersedia dengan berat jenisnya maka dapat diketahui berapa ml asam sulfat yang
setara dengan 4,904 gram asam sulfat.
3. Pembuatan
Larutan Baku Natrium Hidroksida
Pembuatan
NaOH 0,1 N dilakukan dengan cara melarutkan 4,001 gram natrium hidroksida
sebanyak 1000 ml.
Dimuka
juga sudah disebutkan bahwa larutan baku basa harus bebas karbonat, oleh karena
itu Farmakope Indonesia juga memuat cara pembuatan larutan bebas karbonat
sebagai berikut : larutan natrium hidroksida pekat dalam air hingga diperoleh
larutan hingga 40 – 60 % b/v, biarkan. Pipet beningan sambil dicegah peresapan
karbondioksida encerkan dengan air bebas karbondioksida pekat hingga
normalitasnya diketahui.
Titrasi asam basa disebut juga titrasi netralisasi asam basa, dimana
jumlah asam yang mengandung 1 mol H+ akan selalu bereaksi secara sempurna
dengan jumlah basa yang mengandung 1 mol OH-. Titik dalam titrasi dimana jumlah
asam dan basa berada dalam jumlah yang sama dan disebut titik ekivalen.
Penentuan konsentrasi larutan asam melalui perhitungan volume
titrasi larutan basa dan garam dari asam lemah dengan larutan baku asam disebut
asidimetri.
Dalam hal ini jumlah asam yang tepat ekivalen ditentukan dengan jumlah basa yang ada. Penentuan konsentrasi larutan basa melalui perhitungan volume titrasi larutan asam dan garam dari basa lemah dengan larutanbaku basa disebut alkalimetri. Disini jumlah
basa yang tepat ekivalen secara kimia ditentukan dengan jumlah asam yang ada.
Dalam hal ini jumlah asam yang tepat ekivalen ditentukan dengan jumlah basa yang ada. Penentuan konsentrasi larutan basa melalui perhitungan volume titrasi larutan asam dan garam dari basa lemah dengan larutan
.
STANDARISASI
Asidimetri
adalah salah satu teknik titrasi yang yang menggunakan asam sebagai titran.
Asam yang sering dipakai dalam analisis asidimetri adalah HCl. Asam ini harus
distandardisasi dengan larutan baku primer. Larutan baku primer yang sering
digunakan untuk standardisasi HCl adalah larutan boraks. HCl harus
distandardisasi karena larutan ini mudah menguap dan mudah bereaksi dengan
senyawa lain di udara
Asam klorida (HCl) merupakan asam kuat yang
berbentuk cair dan biasanya mempunyai kadar 39,1 % dan density 1,2 g/ml. HCl
digunakan pada titrasi netralisasi, yaitu suatu proses yang tidak mengakibatkan
terjadinya perubahan, baik perubahan valensi maupun terbentuknya endapan dan
atau terjadinya suatu senyawa kompleks dari zat-zat yang saling bereaksi.
Larutan standar HCl biasanya
dinyatakan dengan besaran normal, yaitu larutan 1 N (1 N) adalah larutan yang
mengandung 1 grek suatu zat tertentu dalam volume 2 liter. Untuk 1 grek HCl
adalah banyaknya mol asam tersebut yang dapat melepaskan 1 gram ion H+.
Pembuata larutan standar dari zat yang berbentuk cair sering disebut
cara pengenceran, yaitu dari zat cair yang lebih pekat menjadi lebih cair.cara
ini dapat dilakukukan pada cairan yang telah diketahui normalitasnya. Apabila
suatu larutan standar dibuat dari zat cair yang telah diketahui normalitasnya,
maka untuk menentukan banyaknya volume yang akan diencerkan digunakan rumus :
V1 x N1 = V2 x N2
Tetapi bila larutan tersebut dibuat baru suatu zat
cair yang tidak/belum diketahui normalitasnya, maka untuk menetukan banyaknya volume yang akan diencerkan
digunakan rumus :

10 x n x K x L
dengan :
Vx = volume
n = valensi
K = kadar
L = density
N = normalitas larutan yang
akan dibuat
BM
= berat molekul zat cair tersebut
V = volume zat cair yang akan
dibuat
Boraks digunakan sebagai bahan baku dalam penetapan normalitas HCl
karena mudah diperoleh dalam keadaan murni, cukup stabil, dan memiliki berat
ekuivalen yang tinggi. Reaksi yang terjadi adalah :



Hasil akhir titrasi adalah terbentuknya
campuran NaCl dengan otoborat (H3BO3)
bebas, sehingga pH larutan dapat dihitung, tanpa melihat perubahan
volume dalam titrasi, di mana pK asam borat = 9,24, maka pH adalah :
½ pKa – ½ log Ca = (9,24/2) + 0,5 = 5,1
Adapun indikator
yang paling cocok adalah Metil Merah (MM).
Penetapan
kadar Natrium Bikarbonat (NaHCO3) dapat dilakukan dengan menggunakan larutan
standar HCl menurut reaksi :

Alkalimetri adalah titrasi yang menggunakan basa sebagai titran. Basa yang
sering dipakai dalam analisis alkalimetri adalah NaOH. Larutan baku primer yang
sering digunakan untuk standardisasi NaOH adalah larutan asam oksalat. NaOH
perlu distandardisasi karena senyawa ini bersifat higroskopis sehingga mudah
mengikat air dan bereaksi dengan CO2 di udara
Larutan baku primer
adalah H2C2O4. 2H2O (asam
oksalat) adalah zat padat , halus,
putih, larut baik dalam air. Asam oksalat adalah asam divalent dan pada
titrasinya selalu sampai terbentuk garam normalnya. .berat ekivalen asam
oksalat adalah 63. Larutan baku sekunder adalah larutan baku yang
konsentrasinya harus ditentukan dengan cara titrasi terhadap larutan baku
primer.
Larutan NaOH tergolong dalam larutan baku sekunder yang bersifat basa.
Natrium hidroksida (NaOH), juga dikenal sebagai soda kaustik, adalah sejenis
basa logam kaustik. Natrium hidroksida membentuk larutan alkalin yang kuat
ketika dilarutkan ke dalam air. Natrium hidroksida murni berbentuk putih padat
dan tersedia dalam bentuk pelet, serpihan, butiran ataupun larutan jenuh 50%.
NaOH bersifat lembab cair dan secara spontan menyerap karbondioksida dari udara
bebas. Ia sangat larut dalam air dan akan melepaskan panas ketika dilarutkan.
NaOH juga larut dalam etanol dan metanol, walaupun kelarutan NaOH dalam kedua
cairan ini lebih kecil daripada kelarutan KOH. NaOH tidak larut dalam dietil
eter dan pelarut non polar lainnya.
Pembuata larutan standar dari zat yang
berbentuk cair sering disebut cara pengenceran, yaitu dari zat cair yang lebih
pekat menjadi lebih cair.cara ini dapat dilakukukan pada cairan yang telah
diketahui normalitasnya. Apabila suatu larutan standar dibuat dari zat cair
yang telah diketahui normalitasnya, maka untuk menentukan banyaknya volume yang
akan diencerkan digunakan rumus :
V1 x N1 = V2 x N2
Tetapi bila larutan tersebut dibuat baru suatu zat
cair yang tidak/belum diketahui normalitasnya, maka untuk menetukan banyaknya volume yang akan diencerkan
digunakan rumus :
Vx = N x V x BM
10 x n x K x L
dengan : Vx
= volume
n
= valensi
K
= kadar
L
= density
N
= normalitas larutan yang akan dibuat
BM = berat molekul zat cair tersebut
V
= volume zat cair yang akan dibuat
Standarisasi larutan
NaOH
Ø
Dengan Asam Oksalat (H2
C2 O4 . 2H2O)
0,2 – 1,25 gr asam oksalat dimasukkan ke dalam
elenmeyer 250 ml. Bilas dengan aquadest dan larutkan sampai volume 50 ml.
Tambah 2 atau 3 tetes indikator Phenol Phtalein (PP). Titrasi dengan
larutan NaOH dari buret sampai warna merah muda
INDIKATOR
Berdasarkan sifat asam dan basa, larutan dibedakan menjadi tiga golongan
yaitu : bersifat asam, basa, dan netral. Sifat larutan tersebut dapat
ditunjukkan dengan menggunakan indikator asam-basa, yaitu zat-zat warna yang
menghasilkan warna berbeda dalam larutan asam dan basa. Cara menentukan senyawa
bersifat asam, basa atau netral dapat menggunakan kertas lakmus, larutan
indikator atau larutan alami. Misal, lakmus merah dan biru. Berikut
pengelompokkan jenis indikator asam–basa dalam larutan yang bersifat asam, basa
dan netral. Lihat tabel 2.5 di bawah ini.
Lakmus
Lakmus digunakan sebagai indikator
asam-basa, sebab lakmus memiliki beberapa keuntungan, yaitu:
1. Lakmus dapat berubah warna dengan cepat saat bereaksi dengan asam ataupun basa.
2. Lakmus sukar bereaksi dengan oksigen dalam udara sehingga dapat tahan lama.
3. Lakmus mudah diserap oleh kertas, sehingga digunakan dalam bentuk lakmus kertas. Lakmus adalah sejenis zat yang diperoleh dari jenis lumut kerak.
1. Lakmus dapat berubah warna dengan cepat saat bereaksi dengan asam ataupun basa.
2. Lakmus sukar bereaksi dengan oksigen dalam udara sehingga dapat tahan lama.
3. Lakmus mudah diserap oleh kertas, sehingga digunakan dalam bentuk lakmus kertas. Lakmus adalah sejenis zat yang diperoleh dari jenis lumut kerak.
Lakmus adalah asam lemah. Lakmus
memiliki molekul yang sungguh rumit yang akan kita sederhanakan menjadi HLit.
"H" adalah proton yang dapat diberikan kepada yang lain.
"Lit" adalah molekul asam lemah.
Tidak dapat dipungkiri bahwa akan terjadi
kesetimbangan ketika asam ini dilarutkan dalam air. Pengambilan versi yang
disederhanakan kesetimbangan ini:


Lakmus yang tidak terionisasi adalah merah, ketika terionisasi
adalah biru.
Sekarang gunakan Prinsip Le Chatelier untuk menemukan
apa yang terjadi jika anda menambahkan ion hidroksida atau beberapa ion
hidrogen yang lebih banyak pada kesetimbangan ini.
Penambahan ion hidroksida:

Penambahan ion hidrogen:

Jika konsentrasi Hlit dan Lit- sebanding:
Pada beberapa titik selama terjadi pergerakan posisi
kesetimbangan, konsentrasi dari kedua warna akan menjadi sebanding. Warna yang
anda lihat merupakan pencampuran dari keduanya.

Alasan untuk membubuhkan tanda kutip disekitar kata "netral"
adalah bahwa tidak terdapat alasan yang tepat kenapa kedua konsentrasi menjadi
sebanding pada pH 7. Untuk lakmus, terjadi perbandingan warna mendekati 50 / 50
pada saat pH 7 – hal itulah yang menjadi alasan kenapa lakmus banyak digunakan
untuk pengujian asam dan basa. Seperti yang akan anda lihat pada bagian
berikutnya, hal itu tidak benar untuk indikator yang lain.
Fenolftalein
Fenolftalein adalah senyawa kimia dengan
rumus C20H14O4 dan
sering ditulis sebagai "Hin"
atau "phph" dalam notasi
steno. Sering digunakan dalam titrasi, ternyata tidak berwarna dalam larutan asam dan merah muda dalam solusi dasar. Jika
konsentrasi indikator sangat kuat,
dapat muncul ungu. Dalam solusi sangat
dasar, warna pink fenolftalein yang mengalami
reaksi memudar agak lambat
dan menjadi tidak berwarna lagi.
Reaksi memudar agak lambat yang menghasilkan InOH3-ion tak berwarna kadang-kadang digunakan di kelas untuk studi kinetika
reaksi.
Fenolftalein tidak larut dalam air dan biasanya dilarutkan dalam alkohol untuk digunakan dalam percobaan. Itu sendiri merupakan asam lemah, yang dapat kehilangan ion H + dalam larutan. Molekul fenolftalein tidak berwarna. Namun, ion fenolftalein adalah pink. Ketika basa ditambahkan ke fenolftalein, molekul ion ⇌ kesetimbangan bergeser ke kanan, menyebabkan ionisasi lebih sebagai ion H + dihapus. Hal ini diprediksi oleh prinsip Le Chatelier.
Fenolftalein tidak larut dalam air dan biasanya dilarutkan dalam alkohol untuk digunakan dalam percobaan. Itu sendiri merupakan asam lemah, yang dapat kehilangan ion H + dalam larutan. Molekul fenolftalein tidak berwarna. Namun, ion fenolftalein adalah pink. Ketika basa ditambahkan ke fenolftalein, molekul ion ⇌ kesetimbangan bergeser ke kanan, menyebabkan ionisasi lebih sebagai ion H + dihapus. Hal ini diprediksi oleh prinsip Le Chatelier.
Fenolftalein disintesis oleh kondensasi
anhidrida ftalat dengan
dua setara fenol dalam kondisi asam 
Fenolftalein digunakan sebagai indikator asam atau basa dimana dalam kontak atau kehadiran asam itu akan berubah berwarna dan dengan dasar, itu akan berubah menjadi merah muda warna violet. Ini juga merupakan komponen dalam indikator universal, solusi yang terdiri dari campuran indikator pH (biasanya fenolftalein, metil merah, bromothymol biru, dan timol biru)

Fenolftalein digunakan sebagai indikator asam atau basa dimana dalam kontak atau kehadiran asam itu akan berubah berwarna dan dengan dasar, itu akan berubah menjadi merah muda warna violet. Ini juga merupakan komponen dalam indikator universal, solusi yang terdiri dari campuran indikator pH (biasanya fenolftalein, metil merah, bromothymol biru, dan timol biru)
MetilOrange
Metil Orange (Methyl Orange) MO adalah senyawa organik dengan rumus C14H14N3NaO3S dan biasanya dipakai sebagai indikator dalam titrasi asam
basa. Indikator MO ini berubah warna dari merah pada pH dibawah
3.1 dan menjadi warna kuning pada pH diatas 4.4 jadi warna transisinya adalah
orange. Struktur indikator ini adalah sebagai berikut:
Jingga metil adalah salah satu indikator yang banyak digunakan dalam
titrasi. Pada larutan yang bersifat basa, jingga metil berwarna kuning dan
strukturnya adalah:

Pada faktanya, ion hidrogen tertarik pada salah satu
ion nitrogen pada ikatan rangkap nitrogen-nitrogen untuk memberikan struktur
yang dapat dituliskan seperti berikut ini:

Metil Merah
Metil Merah (Methyl Red ) adalah senyawa
organik yang memiliki rumus kimia C15H15N3O2, senyawa ini banyak dipakai untuk
indikator titrasi asam basa. Indikator ini berwarna merah pada pH dibawah 4.4
dan berwarna kuning diatas 6.2.
Pemilihan indikator untuk titrasi
Harus diingat bahwa titik ekivalen titrasi yang mana yang memiliki campuran dua zat pada
perbandingan yang tepat sama. Dibutuhkan pemilihan indikator yang perubahan warnanya mendekati titik ekivalen.
Indikator yang dipilih bervariasi dari satu titrasi ke titirasi yang lain.
- Asam kuat vs basa kuat
Diagram berikut menunjukkan kurva pH untuk penambahan asam kuat pada basa
kuat. Bagian yang diarsir pada gambar tersebut adalah rentang pH untuk jingga
metil dan fenolftalein.

dapat dilihat bahwa tidak terdapat perubahan indikator pada titik ekivalen.
Akan tetapi, gambar menurun tajam pada titik ekivalen tersebut yang
menunjukkan tidak terdapat perbedaan pada volume asam yang ditambahkan apapun
indikator yang anda pilih. Akan tetapi, hal tersebut berguna pada titrasi untuk
memilih kemungkinan warna terbaik melalui penggunaan tiap indikator.
Jika menggunakan fenolftalein, maka titrasi
dilakukan sampai fenolftalein berubah menjadi tak berwarna
(pada pH 8,8) karena itu adalah titik terdekat untuk mendapatkan titik
ekivalen.
Dilain pihak, dengan menggunakan metil jingga, titrasi dilakukan sampai bagian pertama kali muncul warna jingga dalam larutan. Jika larutan
berubah menjadi merah, anda mendapatkan titik yang lebih jauh dari titik
ekivalen.
- Asam kuat vs basa lemah

Kali ini adalah sangat jelas bahwa fenolftalein akan
lebih tidak berguna. Akan tetapi jingga metil mulai berubah dari kuning menjadi
jingga sangat mendekati titik ekivalen.
- Asam lemah vs basa kuat

Kali ini, jingga metil sia-sia! Akan tetapi,
fenolftalein berubah warna dengan tepat pada tempat yang anda inginkan.
- lemah vs basa lemah
Kurva berikut adalah untuk kasus dimana asam dan basa
keduanya sebanding lemahnya – sebagai contoh, asam etanoat dan larutan amonia.
Pada kasus yang lain, titik ekivalen akan terletak pada pH yang lain.

Dapat dilihat
melihat bahwa kedua indikator tidak dapat digunakan. Fenolftalein akan berakhir
perubahannya sebelum tercapai titik ekivalen, dan jingga metil jauh ke bawah
sekali.
Ini memungkinkan untuk menemukan indiaktor yang memulai perubahan warna
atau mengakhirinya pada titik eqivalen, karena pH titik ekivalen berbeda dari
kasus yang satu ke kasus yang lain, anda tidak dapat mengeneralisirnya.
Larutan natrium karbonat dan asam hidroklorida encer
Berikut ini adalah kasus yang menarik. Jika anda menggunakan fenolftalein
atau jingga metil, keduanya akan memberikan hasil titirasi yang benar – akan
tetapi harga dengan fenolftalein akan lebih tepat dibandingkan dengan bagian
jingga metil yang lain.

Hal ini terjadi bahwa fenolftalein selesai mengalami
perubahan warnanya pada pH yang tepat dengan titik ekivalen pada saat untuk
pertamakalinya natrium hidrogenkarbonat terbentuk.


Perubahan warna jingga metil dengan tepat terjadi pada
pH titik ekivalen bagian kedua reaksi.


PENETAPAN KADAR
Dalam bidang farmasi,
asidi-alkalimetri dapat digunakan untuk menentukan kadar suatu obat dengan
teliti karena dengan titrasi ini, penyimpangan titik ekivalen lebih kecil
sehingga lebih mudah untuk mengetahui titik akhir titrasinya yang ditandai
dengan suatu perubahan warna, begitu pula dengan waktu yang digunakan seefisien
mungkin.
Beberapa senyawa
yang ditetapkan kadarnya secara asidi dan alkalimetri dalam Farmakope Indonesia
Edisi IV diantaranya adalah:
- Amfetamin sulfat dan sediaan
tabletnya
- Amonia
- Asam asetat
- Asam benzoat
- Asam klorida
- Asam salisilat
- Asam sitrat
- Asam sulfat
- Asam tartrat
- Butil paraben
- Efedrin dan sediaan tabletnya
- Etil paraben
- Eukinin
- Furosemide
- Glibenklamide
- Ketoprofen
- Kloralhidrat
- Linesterol
- Magnesium hidroksida
- Meprobamat
- Metil paraben
- Naproksen
- Natrium tetraborat
- Neostigmin metilsulfat
- Propil paraben
- Propil tiouracil
- Sakarin natrium
- Zink oksida
Contoh penetapan kadar
Larutan Baku pada titrasi asam
basa
Larutan asam yang sering digunakan dalam asidi-alkalimetri umumnya dibuat
dari asam klorida dan asam sulfat. Kedua asam ini dapat digunakan pada hampir
semua titrasi, akantetapi asam klorida lebih disukai daripada asam sulfat
terutama untuk senyawa-senyawa yang memberikan endapan asam sulfat seperti
barium hidroksida. Asam sulfat lebih disukai untuk titrasi yang menggunakan
pemanasan karena kemungkinan terjadinya penguapan pada pemanasan asam klorida
yang dapat menimbulkan bahaya. Asam nitrat selalu tidak digunakan karena
mengandung asam nitrit yang dapat merusak beberapa indikator.
Untuk larutan baku alkali umumnya digunakan natrium hidroksida, kalium
hidroksida, dan barium hidroksida. Larutanini mudah menyerap karbondioksida
dari udara, oleh karena itukonsentrasinya dapat berubah degan cepat. Dengan
demikian larutan baku alkali dibuat bebas karbonat dan untuk melindungi itu
dari pengaruh karbondioksida dari udara maka penyimpanan dilengkapi degan “soda
lime tube”. Semua larutan baku harus
sering dibakukan lagi.
Daftar Pustaka :
Anonim, 1972, Farmakope Indonesia, Edisi II, Departemen Kesehatan RI,
Jakarta.
Vogel, A.I., 1978, A Text Book of Quantitative Inorganic Analysis, 4 Ed.,
Longmans, Green and Co. London, New York, Toronto.
saya butuh bantuan cara melarutkan NaOH padat 12,5 kg menjadi larutan NaOH cair 48%..
BalasHapusBerapa liter air yg dibutuhkan ..?
terima kasih sebelumnya
numpang baca bos Kata kita blog.s
BalasHapusThe 10 Best Titanium Chain for the Sega Genesis
BalasHapusThe 10 ceramic or titanium flat iron Best Titanium Chain for the Sega Genesis. titanium glasses frames They have been around since titanium tube the game was first released, and smith titanium you can now easily use this unique 2014 ford focus titanium hatchback piece to