TITRASI
IODO – IODIMETRI
I.
DASAR
TEORI
Istilah oksidasi
mengacu pada setiap perubahan kimia dimana terjadi kenaikan bilangan oksidasi,
sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan bilangan oksidasi. Berarti proses oksidasi disertai
hilangnya elektron sedangkan reduksi memperoleh elektron. Oksidator
adalah senyawa di mana atom yang terkandung mengalami penurunan bilangan
oksidasi. Sebaliknya pada reduktor, atom yang terkandung mengalami kenaikan
bilangan oksidasi. Oksidasi-reduksi harus selalu berlangsung bersama dan saling
menkompensasi satu sama lain. Istilah oksidator reduktor mengacu kepada suatu
senyawa, tidak kepada atomnya saja.
Oksidator lebih jarang
ditentukan dibandingkan reduktor. Namun demikian, oksidator dapat ditentukan
dengan reduktor. Reduktor yang lazim dipakai untuk penentuan oksidator adalah
kalium iodida, ion titanium(III), ion besi(II), dan ion vanadium(II) .
Dalam proses analitik,
iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri). Iodimetri merupakan
titrasi langsung dan merupakan metoda penentuan atau penetapan kuantitatif yang
pada dasar penentuannya adalah jumlah I2 yang bereaksi dengan sample
atau terbentuk dari hasil reaksi antara sample dengan ion iodida . Iodimetri
adalah titrasi redoks dengan I2 sebagai penitar.
Titrasi iodimetri
merupakan titrasi langsung terhadap zat – zat yang potensial oksidasinya lebih
rendah dari sistem iodium – iodida, sehingga zat tersebut akan teroksidasi oleh
iodium. Cara melakukan analisis dengan menggunakan senyawa pereduksi iodium yaitu
secara langsung disebut iodimetri, dimana digunakan larutan iodium untuk
mengoksidasi reduktor-reduktor yang dapat dioksidasi secara kuantitatif pada
titik ekivalennya.
Iodimetri adalah oksidasi kuantitatif dari senyawa pereduksi dengan menggunakan iodium.
Iodimetri ini terdiri dari 2, yaitu (2);
a. Iodimetri metode langsung,
bahan pereduksi langsung dioksidasi dengan larutan baku
Iodium. Contohnya pada penetapan kadar Asam Askorbat.
b. Iodimetri metode residual
( titrasi balik), bahan pereduksi dioksidasi dengan larutan baku iodium dalam
jumlah berlebih, dan kelebihan iod akan dititrasi dengan larutan baku natrium
tiosulfat. Contohnya pada penetapan kadar Natrium Bisulfit.
Dalam titrasi
iodimetri, iodin dipergunakan sebagai sebuah agen pengoksidasi, namun dapat
dikatakan bahwa hanya sedikit saja substansi yang cukup kuat sebagai unsur
reduksi yang dititrasi langsung dengan iodin. Karena itu jumlah dari
penentuan-penentuan iodimetrik adalah sedikit. Substansi-substansi penting yang
cukup kuat sebagai unsur-unsur reduksi untuk dititrasi langsung dengan iodin
yaitu zat-zat dengan potensial reduksi yang jauh lebih rendah adalah tiosulfat,
arsenik (III), antimon (III), sulfida, sulfit, timah (II) dan ferosianida,
zat-zat ini bereaksi lengkap dan cepat dengan iod bahkan dalam larutan asam.
Dengan zat pereduksi yang agak lemah, misal arsen trivalen atau stibium
trivalen, reaksi yang lengkap hanya akan terjadi bila larutan dijaga tetap
netral atau sangat sedikit asam, pada kondisi ini potensial reduksi dari zat
pereduksi adalah minimum atau daya mereduksinya adalah maksimum.
Iodium merupakan kristal hitam mengkilat yang mudah
dimurnikan dengan cara sublimasi (resublimated Iodine), tidak larut dalam
air,larut dalam alkohol dan dalam larutan KI,karena terbentuknya ion
triiodida menurut reaksi:

Iodium
merupakan indicator yang relative lemah dibanding dengan kalium kromat, senyawa
serium (IV), brom, dan kalium bikromat.

Karena
potensial oksidasinya rendah, maka justru system ini lebih menguntungkan karena
ia dapat mereduksi oksidator-oksidator kuat, sehingga iodida dapat mereduksi
oksidator tersebut dan kemudian dibebaskan iodium. Iodium yang dibebaskan ini
kemudian dapat dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat.
1.
Iodimetri
Merupakan
titrasi langsung dengan menggunakan baku iodium (I2) dan digunakan
untuk analisis kuantitatif senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi
lebih kecil daripada
sistem
iodium-iodida atau dengan kata lain digunakan untuk senyawa-senyawa yang
bersifat reduktor yang cukup kuat seperti Vitamin C, tiosulfat, arsenit,
sulfide, sulfit, Stibium (III), timah (II), dan ferosianida. Daya mereduksi
dari berbagai macam zat ini tergantung pada konsentrasi ion hydrogen, dan hanya
dengan penyesuaian pH dengan tepat yang dapat menghasilkan reaksi dengan iodium
secara kuantitatif. Namun, metode iodimetri ini jarang dilakukan mengingat
iodium sendiri merupakan oksidator yang lemah. Prinsip penetapannya yaitu
apabila zat uji (reduktor) langsung dititrasi dengan larutan iodium. ( I2 ) sebagai larutan standart.
Reaksinya
: Reduktor → oksidator + e
I2
+ 2e → 2I
2.
Iodometri
Merupakan
titrasi tidak langsung dan digunakan untuk menetapkan senyawa-senyawa yang
mempunyai oksidasi lebih besar dari sistem iodium-iodida atau senyawa-senyawa
yang bersifat oksidator seperti CuSO4 5H2O. Pada
Iodometri, sampel yang bersifat oksidator direduksi dengan kalium iodida
berlebih dan akan menghasilkan iodium yang selanjutnya dititrasi dengan larutan
baku tiosulfat. Banyaknya volume tiosulfat yang digunakan sebagai titran setara
dengan iod
yang dihasilkan dan setara dengan banyaknya sampel. Prinsip penetapannya yaitu
bila zat uji (oksidator) mula-mula direaksikan dengan ion iodida berlebih,
kemudian iodium yang terjadi dititrasi dengan larutan tiosulfat.
Reaksinya
: oksidator + KI → I2
I2 + 2 Na2S2O3 → 2NaI + Na2S4O6
Metode
titrasi langsung (iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan suatu larutan iod
standar. Metode titrasi tak langsung (iodometri) adalah berkenaan dengan
titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia.
Pada
metode iodimetri dan iodometri, larutan harus dijaga supaya pH larutan lebih
kecil dari 8 karena dalam larutan alkali iodium bereaksi dengan hidroksida (OH-)
menghasilkan ion hipoiodit yang pada akhirnya menghasilkan ion iodat menurut
reaksi :


Sehingga
apabila ini terjadi maka potensial oksidasinya lebih besar daripada iodium
akibatnya akan mengoksidasi tiosulfat (S2O32-)
tapi juga menghasilkan sulfat (SO42-) sehingga menyulitkan perhitungan
stoikiometri (reaksi berjalan tidak kuantitatif). Oleh karena itu, pada metode
iodometri tidak pernah dilakukan dalam larutan basa kuat.
Dalam kebanyakan titrasi langsung dengan iod (iodimetri),
digunakan suatu larutan iodium dalam kalium iodida dan karena itu spesi
reaktifnya adalah ion triiodida (I3⁻). Untuk
tepatnya semua persamaan yang melibatkan reaksi-reaksi iodium seharusnya
ditulis dengan I3⁻ dan bukan I2 ,misal :

Reaksi
diatas lebih akurat dari pada :

Perbedaan
|
Iodimetri
|
Iodometri
|
jenis
|
Langsung
|
Tidak
Langsung
|
Jumlah
|
Satu
|
Dua
|
Contoh
reaksi
|
I2
+ 2Na2S2O4 à 2NaI + Na2S4O6
|
KIO3
+ 5KI + 3H2SO4 à I2- + K2SO4
+ 3H2O
|
Analat
|
Reduktor
lemah
|
Oksidator
|
Larutan
Baku
|
Iodium
|
KIO3
yang direaksikan dengan KI dan menghasilkan iodium
|
II.
LARUTAN
BAKU
A. LARUTAN
BAKU IODIUM
Pembuatan larutan baku iodium
Menurut FI Ed
III, larutan iodium 0,1 N dibuat dengan melarutkan 12,69 g iodium P ke dalam
larutan 18 g kalium iodida P dalam 100 ml air, kemudian diencerkan dengan air
hingga 1000 ml. Larutan iodium yang lebih encer (0,02 : 0,001 N) dibuat dengan
mengencerkan larutan iodium 0,1 N.
0,335 gram iod
melarut dalam 1 dm3 air pada 25⁰C. Selain
keterlarutan yang kecil ini , larutan air iod mempunyai tekanan uap yang cukup
berarti, karena itu konsentrasinya berkurang sedikit disebabkan oleh penguapan
ketika ditangani. Kedua kesulitan ini dapat diatasi dengan melarutkan iod itu
dalam larutan air kalium iodida. Makin pekat larutan itu,makin besar
keterlarutan iod. Keterlarutan yang bertambah ini disebabkan oleh pembentukan ion
triiodida:

Larutan yang
dihasilkan mempunyai tekanan uap yang jauh lebih rendah ketimbang suatu larutan
iod dalam air murni, akibatnya kehilangan oleh penguapan menjadi sangat jauh
berkurang. Meskipun demikian, tekanan uapnya masih cukup berarti sehingga harus
selalu diambil tindakan-tindakan pencegahan untuk menjaga agar bejana-bejana
yang mengandung iod tetap tertutup,kecuali sewaktu titrasi yang sesungguhnya.
Bila larutan iod dalam iodida dititrasi dengan suatu reduktor,iod yang bebas bereaksi
dengan zat pereduksi itu. Ini menggeser kesetimbangan ke kiri, dan akhirnya
semua triiodida terurai, jadi larutan berperilaku seakan-akan adalah suatu
larutan iod bebas.
Untuk penyiapan
larutan iod standar harus digunakan iod pro analisis atau yang
disublimasi-ulang dan kalium iodida yang bebas iodat (misalnya pro analisis).
Larutan dapat
distandarisasi terhadap arsen(III) oksida murni atau dengan suatu larutan
natrium tiosulfat yang baru saja distandarkan terhadap kalium iodat.
Larutan iod paling baik diawetkan dalam botol kecil yang
bersumbat-kaca. Ini harus diisi sepenuhnya,dan disimpan di tempat yang gelap
dan dingin.Kontak dengan gabus atau tutup karet harus dihindari.
Selain
menggunakan larutan iodium dalam iodimetri dapat digunakan larutan baku KIO3
dan KI. Larutan ini cukup stabil dalam menghasilkan iodium bila ditambahkan
asam menurut reaksi :
IO3- + 5I- + 6 H+
→ 3I2 + 3H2O
Larutan KIO3 dan
KI
memiliki dua kegunaan penting, pertama adalah sebagai sumber dari sejumlah iod
yang diketahui dalam titrasi, ia harus ditambahkan kepada larutan yang
mengandung asam kuat, ia tak dapat digunakan dalam medium yang netral atau
memiliki keasaman rendah. Yang kedua, dalam penetapan kandungan asam dari
larutan secara iodometri, atau dalam standarisasi larutan asam keras.
Pada
penggunaan iodium untuk titrasi ada dua sumber kesalahan yaitu :
a. Hilangnya
iodium karena mudah menguap
b. Iodida
dalam larutan asam mudah dioksidasi oleh udara menurut reaksi :
4I + O2 + 4H+
→ 2I2 + 2H2O
Penguapan dari iodida dapat dikurangi
dengan adanya kelebihan iodida karena terbentuk ion triiodida. Dengan 4% KI,
maka penguapan iodium dapat diabaikan, asalkan titrasinya tidak terlalu lama.
Titrasi harus dilakukan dalam labu tertutup dan dingin. Oksidasi iodida oleh
udara dalm larutan netral dapat diabaikan, akan tetapi oksidasinya bertambah
jika pH larutan turun. Reaksi ini dikatalisis oleh logam dengan valensi
tertentu (terutama tembaga), ion nitrit dan cahaya matahari yang kuat. Oleh
karena itu titrasi tidak boleh dilakukan pada cahaya matahari langsung.
Oksidasi iodida oleh udara dapat dipengaruhi oleh reaksi antara iodida dengan
oksidator terutama jika reaksinya berjalan lambat. Oleh karena itu larutan yang
mengandung iodida dan asam tidak boleh dibiarkan terlalu lama, maka larutan itu
harus dibebaskan dari udar sebelum penambahan iodida. Udara dikeluarkan dengan
menambahkan karbondioksida.
B. LARUTAN
BAKU NATRIUM THIOSULFAT
Pembuatan larutan baku tiosulfat
Menurut FI edisi III, larutan baku
Na₂S₂O₃
0,1 N dibuat dengan cara 26 gram natrium tiosulfat P dan 200 mg natrium
carbonat P dilarutkan dalam air bebas CO₂
P segar hingga 1000 ml. Larutan Na₂S₂O₃
yang lebih encer 0,05 N ; 0,02 N ; 0,01 N : 0,1 N dibakukan sebelum digunakan.
Natrium tiosulfat Na₂S₂O₃.5H₂O
mudah diperoleh dalam keadaan kemurnian yang tinggi, tetapi selalu ada sedikit
ketidakpastian akan kandungan air yang setepatnya, karena sifat efloresen
(melapuk-lekang) dari garam itu dan karena alasan - alasan lain . Karena itu
zat ini tidak sesuai sebagai standar primer.
Larutan baku tiosulfat jika disimpan
lama - lama akan berubah titernya. Beberapa hal yang menyebabkan sangat
kompleks dan saling bertentangan akan tetapi beberapa faktor yang dapat
menyababkan terurainya larutan tiosulfat dapat disebutka sebagai berikut :
1. Keasaman
Larutan
tiosulfat dalam suasana alkali atau netral relatif stabil, tidak dikenal adanya
asam tiosulfat atau hidrogen tiosulfat. Proses peruraiannya sangat rumit,
tetapi fakta yang dapat dikemukakan adalah jika konsentrasi ion hidrogen lebih besar dari 2,5 x 10⁻⁵ maka terbentuk ion
hidrogen sulfit yang sangat tidak stabil dan terurai menurut reaksi :
HS₂O₃⁻ → HSO₃⁻ + S
Kemudian secara perlahan – lahan akan terurai lagi dan
terbentuk pentationat menurut reaksi :
6H⁺ + 6S₂O₃
→ 2S₅O₆2⁻ + 3H₂O
Jika HCl pekat maka
yang terjadi adalah hidrogen sulfida dan hidrogen polisulfida dan tidak
terbentuk ditionat atau sulfat, sedangkan dengan HCl yang kurang pekat terutama
jika ada katalisator arsen trioksida maka akan terbentuk pentationat. Larutan tiosulfat
paling stabil pada pH antara 9 - 10. Tops menganjurkan pemberian natrium
carbonat, pada pembuatan larutan baku tiosulfat, akan tetapi hal ini akan
mengakibatkan terjadinya reaksi samping pada saat titrasi larutan iodium yang
netral. Di samping itu pada larutan yang sangat alkalis maka kemungkinan
terjadi reaksi sebagai berikut :
3Na₂S₂O₃ + 6NaOH → 2Na₂S
+ 4Na₂SO₃
+ 3H₂O
Mohr juga menunjukan
bahwa larutan tiosulfat dalam air diuraikan oleh asam karbonat menurut reaksi :
H₂O + CO₂ → H₂CO₃
Na₂S₂O₃ + H₂CO₃ → NaHCO₃ + NaHSO₃ + S
2. Oksidasi
oleh udara
Tiosulfat secara
perlahan – lahan akan dioksidasi oleh udara. Reaksinya terjadi dalam dua
tingkat :
Na₂S₂O₃ + H₂SO₄ → Na₂SO₃ + S (lambat)
Na₂S₂O₃ + ½O₂ → Na₂SO₄ (dapat diukur)
Na₂S₂O₃ + ½O₂ → Na₂SO₄ + S
Menurut
Schuleck, sulfur yang terjadi selama peruraian reaksinya diperkirakan berjalan
sebagai berikut :
Na₂S₂O₃ + H₂O → Na₂SO₄ + H₂S
H₂S + ½O2 → H₂O + S
Na₂S₂O₃ + ½O₂ → Na₂SO₄ + S
Sebagai
alasan terbentuknya tetraionat atau terjadi sulfit sebagai reaksi antara,
karena tembaga mengkatalisis
peruraian ini dengan kuat sekali seperti diketahui bahwa tembaga dengan kuat
mengkatalisis oksidasi dari sulfit oleh udara menurut reaksi :
2Cu₂⁺ + 2S₂O₃²¯ → 2Cu⁺ + S₄O₆²¯ (segera)
2Cu⁺ + ½O₂ → 2Cu²⁺ + O²¯ (lambat)
O²¯ +
2H⁺ → H₂O (lambat)
2Cu²⁺+
S₂O₃²¯
+ ½O₂ + 2H⁺ → 2Cu⁺ + S₄O₆²¯
+ H₂O
Dari
kenyataan di atas, maka dianjurkan pembuatan larutan baku tiosulfat dengan air
yang didestilasi dengan alat gelas dan sejauh mungkin bebas dari tembaga. Dari
penelitian Kilpatrick diketemukan bahwa larutan tiosulfat yang dibuat dengan
air suling biasa terurai sebanyak 20 % setelah 200 hari.
3. Mikroorganisme
Dari
beberapa percobaan ternyata bahwa sumber utama peruraian larutan baku tiosulfat
adalah disebabkan adanya mikroorganisme dalam larutan tersebut. Ternyata ada
mikroorganisme dalam udara yang menggunakan sulfur dengan cara mengambil sulfur
dari tiosulfat menjadi sulfit yang oleh udara langsung dioksidasi menjadi
sulfat. Ada beberapa bakteri dalam udara yang bersifat demikian. Proses
metabolisme dari bakteri itu mungkin melalui reaksi sebagai berikut :
Na₂S₂O₃ + H₂O + O → Na₂S₂O₆ + 2NaOH, dan
Na₂S₂O₃ → NaSO₃ + S
Na₂SO₃ + O → NaSO₄
dan
S + 3O + H₂O → H₂SO₄
Oleh
karena itu larutan tiosulfat yang dibuat steril akan stabil sekali dan hanya
kalau terjadi kontaminasi bakteri belerang maka akan terurai perlahan - lahan.
III.
STANDARISASI
1. STANDARISASI
LARUTAN NATRIUM TIOSULFAT
Metode
titrasi iodometri yaitu titrasi tidak langsung dimana mula – mula iodium
direaksikan dengan iodida berlebih, kemudian iodium yang terjadi dititrasi
dengan natrium thiosulfat.
A. Dengan
Kalium Iodat
Adapun
cara pembakuannya dilakukan dengan cara sebagai berikut : Timbang kurang lebih
150 mg kalium iodat yang sudah dikeringkan pada suhu 120⁰
C secara seksama, larutkan dalam 25 ml air yang telah dididihkan. Tambahkan 2
gram kalium iodida yang bebas iodat dan 5 ml HCl pekat dalam erlenmeyer
bertutup. Iodium yang dibebaskan dititrasi dengan natrium tiosulfat yang akan
dibakukan sambil terus dikocok. Bila larutan menjadi kuning pucat tambah 100 ml
air dan 3 ml larutan kanji. Titrasi dilanjutkan sampai warna biru tepat hilang
(tidak berwarna).
Pada
pembakuan di atas reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
KIO₃ + 5KI + 6HCl → 3I₂ + 6KCl + 3H₂O
I₂ + 2Na₂S₂O₃ → 2NaI + Na₂S₄O₆
Pada reaksi di atas
valensinya adalah 6 karena 1 mol KIO₃
setara dengan 3 mol I₂, sedangkan 1 mol I₂
setara dengan 2e. Sehingga 1 mol KIO₃
setara dengan 6e akibatnya BE KIO₃
sama dengan BM/6.
Perhitungan normalitas
dari natrium tiosulfat :
Mgrek natrium tiosulfat = mgrek kalium iodat
ml
Na₂S₂O₃ =
mg
KIO₃ x Valensi
BM KIO₃
x ml Na₂S₂O₃
B. Dengan
Kalium dikromat
Kalium
dikromat direduksi oleh larutan kalium iodida yang asam dan ion dibebaskan.
Cr₂O₇²¯ + 6I¯ + 14H⁺ → 2Cr³⁺
+ 3I₂ + &H₂O
Reaksi dapat terkena
jumlah sesatan :
(1) Jumlah
iodida (dari kelebihan iodida dan asam) mudah teroksidasi oleh udara, terutama
dengan adanya garam - garam kromium III, dan
(2) Reaksi
tidak berlangsung sekejab. Karena itu, paling baik aliran arus karbondioksida
melalui labu reaksi sebelum dan selama titrasi (suatu metode yang lebih
memudahkan tetapi kurang efisien adalah dengan menambahkan sedikit natrium
hidrogenkarbonat padat kepada larutan yang asam itu, serta menjaga agar labu
tertutup sebanyak mungkin), serta membiarkan selama 5 menit untuk kelengkapan
reaksi.
Taruh
100 cm³ air suling dingin, yang baru dididihkan, dalam sebuah labu erlenmeyer
500 cm³, sebaiknya 3 g kalium iodida yang bebas iodida, dan 2 g natrium
hidrogenkarbonat yang murni, dan kocok sampai garam – garam itu melarut. Tambahkan 6 cm³ asam klorida
pekat perlahan – lahan sambil mengolak labu perlahan - lahan untuk mencampurkan
cairan – cairan : alirka 25,0 cm³ kalium dikromat 0,1 N standar(1), campurkan
larutan – larutan baik – baik, dan cuci dinding tabung dengan sedikit air yang
telah dididihkan, dari botol pencuci. Sumbat labu (atau tutupi dengan sebuah
kaca arloji kecil), dan diamkan di tempat gelap selama 5 menit untuk
melenkapkan reaksi. Bilas sumbat atau kaca arloji; dan encerkan larutan dengan 300 cm³ air dingin yang telah
dididihkan sebelumnya. Titrasi iod yang dibebaskan dengan larutan natrium
tiosulfat yang terkandung dalam sebuah buret, sementara terus – menerus cairan diolak supaya larutan – larutan
bercampur. Bila bagian terbesar iod telah bereaksi seperti ditunjukkan oleh larutan yang
memperoleh warna hijau kekuningan, tambahkan 2 cm³ larutan kanji dan bilas ke
arah bawah dinding labu; warna harus berubah menjadi biru. Teruskan penambahan
larutan tiosulfat setetetes demi setetes, dan olak cairan terus – menerus,
sampai 1 tetes mengubah warna dari biru kehijauan menjadi hijau muda. Titik akhir tajam, dan
mudah diamati pada cahaya yang baik dengan latar belakang putih. Lakukan suatu
penetapan blanko, dengan mengganti
larutan kalium dikromat dengan air suling; jika kalium iodida itu bebas iodat,
blanko ini mestinya kecil terabaikan.
Catatan: 1. Jika ini
lebih disukai, boleh ditimbang dengan cermat kira – kira 0,20 g kalium dikromat
pro analis, larutkan dalam 50 cm³ air dingin, yang sebelumnya telah dididihkan,
dan lakukan titrasi seperti diperinci di atas.
Prosedur
pilihan lain tersebut, mempergunakan serunutan tembag sulfat sebagai katalis
untuk meningkatkan kecepatan reaksi; akibatnya, asam yang lebih lemah (asam
asetat) boleh digunakan, dan oksidasi oleh atmosfer terhadap asam iodida akan
berkurang. Taruh 25,0 cm³ kalium
dikromat 0,1 N dalam sebuah labu erlenmeyer 250 cm³, tambahkan 5,0 cm³ asam
asetat glasial, 5 cm³ tembaga sulfat 0,001 M, dan cuci dinding labu dengan air
suling. Tambahkan 30 cm³ larutan kalium
iodida 10 persen, dan titrasi iod yang dibebaskan dengan larutan tiosulfat kira
– kira 0,1 N, dengan memasukkan sedikit indikator kanji menjelang akhir.
Titrasi boleh dilengkapkan dalam 34 menit setelah penambahan larutan kalium
iodida. Kurangi 0,05 cm³ sebagai perhitungan atas iod yang dibebaskan oleh
katalis tembaga sulfat.
Suatu
larutan kalium permanganat yang telah distandarisasi dapat digunakan sebagai
ganti larutan kalium dikromat, dengan menambahkan 2 cm³ asam klorida pekat
kepada tiap porsi @ 25 cm³ larutan kalium permanganat; dalam hal ini prosedur
pilihan lain, dimana ditimbang suatu bagian dari garam bersangkutan, tak dapat
dipakai.
C. Dengan
larutan iod standar
Jika suatu larutan iod standar tersedia,
ini dapat digunakan untuk menstandarkan larutan tiosulfat. Ukuran Satu porsi @25cm3 larutan iod
standar dan masukkan dalam sebuah labu erlenmeyer 250cm3 , tambahkan
kira-kira 150cm3 air suling dan titrasi dengan larutan tiosilfat,
dengan menambahkan 2cm3 larutan kanji ketika cairan berwarna kuning
pucat.
Bila larutan tiosulfat ditambahkan
kepada suatu larutan yang mengandung iod, reaksikeseluruhan yang terjadi dengan
cepat dan secara stoikiometris pada kondisi-kondisi eksperimen biasa (pH <5)
adalah:
2
S2O32- + I2 = S4O62-
+2I- atau 2 S2O32- + I3-
= S4O62- + 3I-
Telah
diperlihatkan bahwa zat perantara S2O3I- yang
tak berwarna, terbentuk oleh reaksi reversibel yang cepat:
S2O32-
+ I2 ↔ S2O3I-
+ I-
Zat
perantara ini bereaksi dengan ion tiosulfat dengan memberi bagian utama dari
reaksi keseluruhan :
S2O3I-
+ S2O32- = S4O62-
+ I-
Zat
perantara ini juga bereaksi dengan ion iodida :
2
S2O3I- + I- = S4O62-
+ I3-
Ini
menjelaskan pemunculan kembali iod setelah titik akhir pada titrasi
larutan-larutan iod yang sangat encer dengan tiosulfat.
D.
Dengan serium (IV) sulfat.
Metode untuk
menstandarkan larutan natrium tiosulfat ini, mempergunakan suatu standar
sekunder, tetapi memberi hasil-hasil yang memuaskan asalkan kondisi-kondisi
eksperimen yang diberikan dibawah diikuti dengan ketat; ini disebabkan oleh
fakta bahwa larutan serium (IV) sulfat mengandung asam bebas, yang dalam hal
lain dapat menimbulkan sesatan yang berarti.
Untuk serium (IV) sulfat 0,1N, gunakan
25,0 cm3 dari larutan natrium tiosulfat sekitar 0,1N, 0,3-0,4 g
kalium iodida murni, 2 cm3 larutan kanji 0,2 persen, encerkan
menjadi 250 cm3, dan titrasi dengan larutan serium (IV) sulfat
sampai ke titik akhir kanji iod, yakni sampai ke warna biru permanen yang
pertama.
Reaksinya
: 2Cc4+ +
2I-
= 2Cc3+ + I2
2. STANDARISASI
LARUTAN IODIUM
A. Dengan
Arsen Trioksida
Adapun cara pembakuannya dilakukan
dengan cara sebagai berikut. Timbang kurang lebih 150 mg arsen trioksid secara
seksama dan larutkan dalam 20 ml NaOH 1 N bila perlu dengan pemanasan, encerkan
dengan 40 ml air dan tambah dengan 2 tetes metil orange dan diikuti dengan
penambaha HCl encer sampai warna kuning berubah menjadi pink. Tambahkan 2 gram
NaHCO3, 20 ml air dan 3 ml larutan kanji. Titrasi dengan baku iodium
perlahan-lahan hingga timbul warna biru tetap.
Arsen trioksid sukar larut dalam air
akan tetapi mudah larut dalam larutan natrium hidroksida (NaOH) dengan
membentuk natrium arsenit menurut reaksi :
As2O3 + 6 NaOH → 2
Na2AsO3 + 3 H20
Jika iodium ditambahkan pada larutan
alkali maka iodium akan bereaksi dengan NaOH membentuk natrium hipoiodit atau
senyawa-senyawa serupa yang mana tidak akan bereaksi secara cepat dengan
natrium arsenit
2 NaOH + I2 → NaIO + NaI + H2O
Kelebihan natrium hidroksida dinetralkan
dengan HCl menggunakan metil orange sebagai indikator. Penambahan NaHCO3 untuk
menetralkan asam iodida (HI) yang terbentuk yang mana asam iodida ini
menyebabkan reaksi berjalan bolak-balik (reversibel). Natrium bikarbonat akan
menghilangkan asam iodida secepat asam iodida terbentuk sehingga reaksi
berjalan ke kanan secara sempurna. Reaksi secara lengkap pada pembakuan iodium
dengan arsen trioksid sebagai berikut :
As2O3 + 6NaOH → 2Na3AsO3
+ 3H2O
Na3AsO3
+ I2 + 2NaHCO3 → Na3AsO4
+ 2NaI + 2CO2 + H2O
Pada
reaksi diatas dapat diketahui bahwa valensinya adalah empat. Karena 1 mol As2O3
setara dengan 2 mol Na3AsO3 sedangkan 1 mol Na3AsO3
setara dengan 1 mol I2 akibatnya 1 mol As2O3
setara dengan 2 mol I2 sehingga perhitungan normalitas dari iodium
setara dengan 2 mol I2 sehingga perhitungan normalitas dari iodium :
mgrek iodium
= mgrek
arsen trioksid
ml I2 x N I2 = mmol As2O3
x valensi
N
I2 = mg As2O3
x valensi
BM As2O3 x ml I2
B. Dengan
larutan natrium tiosulfat standar
Gunakanlah larutan natrium tiosulfat,
yang baru saja distandarkan, sebaiknya terhadap kalium iodat. Pindahkan 25 cm3
larutan iod itu ke sebuah Erlenmeyer 250 cm3, encerkan menjadi 100
cm3 dan tambahkan larutan tiosulfat standar dari buret sampai
larutan berwarna kuning pucat. Tambahkan 2 cm3 larutan kanji, dan
teruskan penambahan larutan tiosulfat perlahan-lahan sampai larutan tepat tak
berwarna.
Reaksi antara iodium dengan tiosulfat
yang mana tiosulfat dioksidasi oleh iodium menjadi tetrationat menurut reaksi :
2S2O32-
+ I2 → 2I- + S4O62-
Titrasi iodium dengan tiosulfat tidak
dapat dilakukan dalam suasana alkalis dan pH yang diperbolehkan tergantung dari
konsentrasi iodium. Supaya terjadi oksidasi yang kuantitatif dari tiosulfat
menjadi tetraionat oleh iodium maka pH harus kurang dari 7,6 untuk titrasi
dengan iodium 0,1 N. Jika larutan iodium konsentrasinya 0,01 N maka pH nya
harus kurang dari 6,5 dan kurang dari 5 jika konsentrasi iodium 0,001 N.
Sedangkan untuk iodium yang sangat encer sekali maka suasananya harus asam
sekali.
IV.
INDIKATOR
Warna larutan 0,1 N iodium adalah cukup
kuat sehingga dapat bekerja sebagai indikatornya sendiri. Iodium juga
memberikan warna ungu atau merah lembayung yang kuat kepada pelarut-pelarut
seperti karbon tetraklorida atau kloroform dan kadang-kadang hal ini digunakan
untuk mengetahui titik akhir titrasi. Penggunaan indikator pelarut organik ini
sangat penting terutama jika larutannya sangat asam sehingga kanji
terhidrolisa, titrasinya berjalan sangat lambat dan larutannya sangat encer.
Kerugian pemakaian pelarut organik
sebagai indikator antara lain pada saat titrasi harus digunakan labu bertutup
gelas, selama titrasi harus digojog kuat-kuat untuk menyari iodium dari air dan
kadang-kadang harus ditunggu pemisahannya. Akan
tetapi lebih umum digunakan suatu larutan kanji, karena warna biru tua dari
kompleks kanji-iodium dipakai untuk suatu uji sangat peka terhadap iodium.
Kanji dengan adanya iod akan memberikan kompleks berwarna biru kuat yang akan
terlihat apabila konsentrasi iodium 2x10-5 M dan konsentrasi iodida
lebih besar dari 2x10-4 M. Kepekaan warna berkurang dengan kenaikan
suhu larutan dan adanya pelarut-pelarut organik. Ada pendapat bahwa warna biru
itu adalah dikarenakan adsorpsi iod atau ion triiodida pada permukaan
makromolekul kanji. Dalam konsentrasi iodida 4x10-5 sudah
memungkinkan iodium dalam konsentrasi 2x10-5 atau lebih memberikan
warna biru yang nyata. Jika konsentrasi iodida dinaikkan tidak begitu berbeda
intensitasnya, akan tetapi bila konsentrasi iodida diturunkan maka penurunan
intensitas warna kelihatan. Tanpa iodida, iod-kanji tidak memberikan warna.
Apabila suhunya dinaikkan maka kepekaan warna menurun. Pada suhu 50⁰ kepekaannya menjadi
10x lebih kurang daripada suhu 25⁰. Penambahan pelarut seperti etil
alkohol menurunkan kepekaan juga. Jika mengandung 50% atau lebih etanol
menyebabkan warna tidak timbul. Kanji tidak dapat digunakan dalam medium yang
sangat asam karena akan terjadi hidrolisis dari kanji itu.
Komponen utama kanji yaitu amilosa dan
amilopektin. Amilosa memiliki rantai lurus dan memberikan warna biru jika
bereaksi dengan iodium. Amilopektin memiliki rantai bercabang dan memberikan
warna merah violet jika bereaksi dengan iodium.
Keuntungan penggunaan kanji adalah
harganya murah, sedangkan kerugiannya adalah tidak mudah larut dalam air
dingin, tidak stabil pada suspensi dengan air, karenanya dalam proses
pembuatannya harus dibantu dengan pemanasan.
Penambahan indikator
kanji sebaiknya dilakukan pada saat medekati titik akhir titrasi karena iod
dengan kanji membentuk kompleks yang berwarna biru yang tidak larut dalam air dingin
sehingga dikhawatirkan mengganggu penetapan titik akhir titrasi. Karena adanya
kelemahan ini, dianjurkan pemakaian kanji natrium glukonat yang mana indikator
ini tidak higroskopis; cepat larut dan stabil dalam penyimpanan; tidak
membentuk kompleks yang tidak larut dengan iodium sehingga boleh ditambahkan
pada awal titrasi dan titik akhir jelas; reprodusibel dan tidak tiba-tiba.
Sayangnya indikator ini harganya mahal.
Mekanisme
reaksi indikator kanji adalah sebagai berikut :
Amilum
+ I2 → iod-amilum (biru)
Iod-amilum
(biru) + Na2S2O3
→ 2NaI + Na2S4O6 + amilum (tak berwarna)
V.
PENETAPAN
KADAR
1.
Titrasi Langsung
Sebagai
contoh adalah penetapan kadar vitamin C atau asam askorbat dengan cara : lebih
kurang 400 mg asam askorbat yang
ditimbang seksama, larutan dalam campuran yang terdiri atas 100 ml air bebas
karbon dioksida dan 25 ml asam sulfat encer. Titrasi segera dengan iodium 0,1 N menggunakan indikator kanji
sampai terbentuk warna biru tetap. Tiap ml iodium setara dengan 8,806 mg asam
askorbat.
Asam
askorbat merupakan redukator yang kuat dan secara sederhana dapat dititrasi
dengan larutan baku iodium. Disini asam askorbat dioksidasi menjadi asam
dehidroaskorbat sedangkan iodium direduksi
menjadi iodida menurut reaksi berikut :






















![]() |
|||||
![]() |
![]() |
OH OH
2. Titrasi
tidak langsung
Titrasi
ini dilakukan dengan menitrasi kembali kelebihan larutan baku iodium dengan
larutan baku tiosulfat. Biasanya dilakukan terhadap senyawa-senyawa yang
bersifat reduktor lemah seperti glukosa dan kalomel. Sebagai contoh adalah
penetapan kadar kalomel dengan cara :
lebih kurang 250 mg kalomel yang ditimbang seksama masukkan dalam labu iodium,
tambahkan 10 ml air, 25 ml iodium 0,1 N dan 10 ml larutan natrium iodida 20%
(b/v0. Tutup labu dan goyang-goyangkan hingga reaksi sempurna. Titrasi dengan
natrium tiosulfat 0,1 N setara dengan 23,607 mg Hg2CI2.
Kalomel
tidak larut dalam air maka tidak dapat ditetapkan melalui kloridanya secara
argentometri. Kalomel dalam larutan iodium dan natrium iodida larut dengan
segera dengan membentuk garam rangkap menurut reaksi berikut :

Supaya reaksi
sempurna maka harus selalu digoyang-goyangkan dan jika sudah larut sempurna.
Maka itu merupakan tanda bahwa reaksi sempurna kemudian kelebihan larutan baku
iodium yang ditambahkan dititrasi kembali dengan larutan baku tiosulfat. setara dengan 2 elektron maka valensinya
adalah 2Karena pada oksidasi ini tiap 1 mol kalomel setara dengan 1 mol iodium
yang berarti setara dengan 2 elektron maka valensinya adalah 2 sehingga berat
ekivalennya ( BE ) adalah setengah dari berat molekulnya.
3. Dengan
menitrasi iodium yang dibebaskan dari penambahan kalium iodide
Sebagai
contoh adalah penetapan kadar tembaga (II) sulfat dengan cara : lebih kurang 1g
tembaga (II) sulfat yang ditimbang seksama. Larutkan dalam 50 ml air, tambahkan
3g kalium iodida P dan 5 ml asam asetat P. Titrasi dengan Na2S2O3
0,1 N menggunakan indicator kanji LP hingga warna biru lemah. Tambahkan 2
g kalium tiosianat P dan lanjutkan titrasi hingga warna biru hilang. Tiap ml
natrium tiosianat 0,1 N setara dengan 24,97 mg CuSO4.5H2O.
Penetapan kadar ini berdasarkan reaksi antara tembaga (II) sulfat dengan kalium
iodida dimana tembaga diendapkan sebagai tembaga (I) iodide dan dilepaskan satu
atom iodium setiap ion tembaga (II).

Atau


Pada reaksi diatas 2
mol CuSO4. 5H2O setara dengan 1 mol I2 yang
berarti dengan 2 elektron sehingga 2 mol CuSO4.5H2O setara dengan 2
elektron atau 1 mol CuSO4. 5H2O setara dengan 1 elektron
akibatnya BE tembaga sulfat sama dengan BMnya.
VI.
CONTOH
PERHITUNGAN
1. Pembakuan
Na2S2O3O2O1N
Pipet 10,0 ml KIO30,01
N masukkan dalam Erlenmeyer tambah larutan 1 ml larutan KI 10% dan 1 ml H2SO4
10%. Titrasi dengan Na2S2O3 O,O1N sampai warna
kuning muda, tambahkan larutan amilum 1%. Lanjutkan titrasi sampai warna biru
hilang. Ternyata Na2S2O3 yang diperlukan 10,50
ml. hitung N Na2S2O3 ?
Jawab : N1
. V1 =
N2 . V2
0,01
. 10 = N2 . 10,50

10,50
N2 = 0,0095 N
2. Pembakuan
larutan I2 0,01N degan Na2S2O3 hasil
standarisasi pada soal no. 1
Pipet 10,0 ml larutan I2
masukkan dalam erlenmeyer. Titrasi dengan Na2S2O3
hasil standarisasi pada soal no. 1 sampai warna kuning muda. Tambahkan larutan
aluminium 1%. Lanjutkan titrasi sampai warna biru hilang. ternyata Na2S2O3
yang diperlukan 9,10 ml. hitung N I2 ?
Jawab:
N1 . V1
= N2 . V2
0,0095
X 9.10 = N2 . 10

10
N2
=
0,0086 N
3. 20
tablet antalgin ditimbang dengan seksama beratnya 14244,2 mg. (tiap tablet
mengandung 500 mg antalgin). Kemudian diserbuk. Timbang seksama serbuk tablet
setara dengan 100,0 mg metampiron diencerkan dengan akuades ke dalam labu ukur
50,0 ml. kemudian disaring dan diambil filtra 10,0 ml dimasukkan ke dalam erlenmeyer
ditritrasi dengan iodium hasil stndarisasi pada soal no. 2 menggunakan
indikator larutan amilum 1%. Sehingga iodium yang diperlukan 12,0 ml. 1ml
iodium 0,1 N setara dengan 17,57 mg antalgin. Berapa mg antalgin terdapat dalam
tiap tablet ?
Jawab :
-
Bobot rata-rat tiap tablet =
14.244,2/20=712,21 mg
-
Untuk sampel bobot yang ditimbang setara
dengan 100 mg atalgin :
100/500 X 712,21 mg =
142,442 mg = 142,4 mg
Kadar
=
x rata2tablet
x fp

Kadar
=
x rata2tablet
x fp

=
X 712,21 X 


= 453,4 mg/tablet
Jadi
kadar antalgin yang diperoleh 453,4 mg/tablet.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar