TITRASI BEBAS AIR
A.
PENDAHULUAN
Asam-asam dan
basa-basa lemah seperti alkaloid dan asam-asam organik sukar larut dalam air
dan kurang reaktif tidak dapat ditetapkan kadarnya secara titrasi dengan asam
atau basa (asidimetri atau alkalimetri) dalam pelarut air. Kesulitan ini dapat
diatasi dengan melaksanakan titrasi dalam lingkungan yang bebas air atau
menggunakan pelarut yang bukan air.
Pada dasarnya titrasi bebas air termasuk
reaksi netralisasi juga, tetapi berbeda dengan konsep netralisasi dari Arhenius
yang menyatakan bahwa reaksi netralisasi adalah reaksi antara ion-ion hydrogen
dengan ion-ion hidroksida dalam larutan asam-basa berair; titrasi suatu senyawa
asam dengan larutan baku basa; titrasi suatu senyawa basa dengan larutan baku
asam. Dalam larutan berair netralisasi juga dapat diinterpretasikan sebagai
reaksi antara pemberi proton ( proton donor ) dan penerima proton ( proton
akseptor)
Teori TBA sangat singkat, sebagai
berikut : air dapat bersifat asam lemah dan basa lemah. Oleh karena itu, dalam
lingkungan air, air dapat berkompetisi dengan asam-asam atau basa-basa yang
sangat lemah dalam hal menerima atau memberi proton, sebagaimana ditunjukkan
pada reaksi :








Reaksi kompetisi air dengan
asam lemah dengan basa lemah untuk
memberi atau menerima proton
Adanya pengaruh kompetisi ini berakibat pada
kecilnya titik infleksi pada kurva tritrasi asam sangat lemah dan basa sangat
lemah sehingga mendekati batas pH 0 dan 14. Oleh karena itu deteksi titik akhir
titrasi sangat sulit. Sebagai aturan umum : basa-basa dengan pKa < 7 atau
asam-asam dengan pKa > 7 tidak dapat ditentukan kadarnya secara tepat pada
media air. Berbagai macam pelarut organic dapat digunakan untuk menggantikan
air, karena pelarut-pelarut ini kurang berkompetisi secara efektif dengan
analit dalam hal menerima atau memberi proton.
Pelarut
Titrasi
bebas air (TBA) merupakan prosedur titrimetri yang paling umum yang digunakan
untuk uji-uji dalam farmakope. Metode ini mempunyai 2 keuntungan, yaitu (i)
Metode ini cocok untuk titrasi asam-asam atau basa-basa yang sangat lemah, dan (ii)
pelarut yang digunakan adalah pelarut organik yang juga mampu melarutkan
analit-analit organik. Prosedur yang paling umum digunakan untuk titrasi
basa-basa organik adalah dengan menggunakan titran asam perklorat dalam asam
asetat.
Adanya
air harus dihindari pada titrasi bebas air, karna adanya H2O yang
merupakan basa lemah akan berkompetisi dengan basa-basa nitrogen lemah untuk
bereaksi dengan asam perklorat (HCLO4) yang digunakan sebagai titran
menurut reaksi:




Disamping itu dengan
adanya air maka ketajaman titik akhir juga akan
berkurang. Secara eksperimen, adanya air tidak boleh lebih dari 0,05% sehingga
tidak mengakibatkan pengaruh yang nyata pada pengamatan titik akhir titrasi.
Untuk lebih memahami tentang titrasi
bebas air, berikut adalah definisi istilah pelarut yang digunakan :
1. Pelarut
aprotik
Adalah pelarut yang dapat menurunkan ionisasi asam-asam
dan basa-basa. Termasuk dalam kelompok pelarut ini adalah pelarut-pelarut non
polar seperti benzene, karbon tetraklorida serta hidrokarbon alifatik.
2. Pelarut
protofilik ( proto = proton, filik = suka )
Adalah pelarut yang dapat menaikkan ionisasi asam
lemah dengan menggabungkan proton yang dimilikinya. Dengan demikian senyawa-senyawa
yang bersifat basa seperti n-butil amin, piridin, dimetil formamid, trimetil
amin termasuk dalam kelompok ini. Pelarut ini biasa digunakan dalam analisis
senyawa-senyawa yang bersifat asam lemah seperti fenol.
3. Pelarut
protogenik
Adalah pelarut yang mengahsilkan proton. Yang
termasuk dalam kelompok ini adalah asam-asam kuat seperti asam klorida dan asam
sulfat. Pelarut kelompok ini kurang bermanfaat dalam titrasi bebas air.
4. Pelarut
amfiprotik
Adalah pelarut yang mempunyai sifat gabungan dari
protofilik dan protogenik sehingga pelarut ini dapat menghasilkan atau menerima
poton. Yang termasuk pelarut kelompok ini adalah air, alcohol, dan asam asetat
glacial. Sebagai contoh asam asetat dapat menghasilkan ion asetat dan proton.
Kemampuan
Pelarut Untuk Mendiferensiasi
Sebelumnya
telah dijelaskan bahwa air meratakan mineral – mineral yang terdapat di dalam
asam – asam perklorat, klorida, dan nitrat. Artinya, dalam larutan berair, asam
ini nampak sama kuat. Namun dalam pelarut asam seperti asam asetat, kekuatan
asam perklorat yang lebih besar atas, misalnya asam klorida, memungkinkan asam
perklorat untuk dititrasi dalam satu tahap terpisah dari asam klorida tersebut.
Dari kedua kesetimbangan:




Yang
pertama berjalan lebih banyak kekanan dari pada yang kedua. Sehingga dalam
titrasi suatu campuran dua asam dalam pelarut asam asetat, terhadap dua patahan
dalam kurva titrasi, dan asam tersebut dikatakan terdiferensiasi.
Larutan
Baku (standar)
Semua perhitungan dalam titrimetri didasarkan pada konsentrasi
titrasi titran sehingga konsentrasi titran harus dibuat secara teliti. Titran
semacam ini disebut dengan larutan baku (standar). Konsentrasi larutan dapat
dinyatakan dengan normalitas, molaritas, atau bobot per volume.
Suatu larutan standar dapat dibuat dengan cara melarutkan
sejumlah senyawa baku tertentu yang sebelumnya senyawa tersebut ditimbang
secara tepat dalam volume larutan yang diukur dengan tepat. Larutan standar ada
dua macam yaitu larutan baku primer dan larutan baku sekunder. Larutan baku
primer mempunyai kemurnian yang tinggi. Larutan baku sekunder harus dibakukan
dengan larutan baku primer. Suatu proses dimana larutan baku sekunder dibakukan
dengan larutan baku primer disebut dengan standarisasi.
Suatu senyawa dapat digunakan sebagai baku primer jika
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a) Mudah
didapat, dimurnikan, dikeringkan dan disimpan dalam keadaan murni
b) Mempunyai
kemurnian yang sangat tinggi (100 ± 0,02%) atau dapat dimurnikan dengan
penghabluran kembali
c) Tida
berubah selama penimbangan (zat yang higroskopis bukan merupakan baku primer)
d) Tidak
teroksidasi oleh O2 dari udara dan tidak berubah oleh CO2
dari udara
e) Susunan
kimianya tepat sesuai jumlahnya
f) Mempunyai
berat ekivalen yang tinggi, sehingga kesalahan penimbangan akan menjadi lebih
kecil
g) Mudah
larut
h) Reaksi
dengan zat yang ditetapkan harus stoikiometri, cepat dan terukur
Indikator
Netralisasi adalah
reaksi antara ion H+ dari asam dan ion OH- dan membentuk
molekul air. Reaksi netralisasi harus sesempurna mungkin. Untuk mencapai maksud
tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti tersebut dibawah ini:
1. Dengan
terbentuknya hasil reaksi yang mengalami disosiasi lemah
2. Dengan
terjadinya hasil reaksi sebagai gas atau sebagai endapan
3. Dengan
memisahkan ion sebahai ion kompleks
Untuk
menentukan titik akhir titrasi (titik ekivalen) pada proses netralisasi ini
digunakan indikator.
Menurut
W. Ostwald, indikator adalah suatu senyawa organic komplek dalam bentuk asam
(HIn) atau dalam bentuk basa (InOH) yang mampu dalam berada dalam keadaan dua
macam bentuk warna yang berbeda dan dapat saling berubah warna dari bentuk satu
ke bentuk yang lain pada konsentrasi H+ atau pada pH tertentu.




Warna warna
bentuk
molekul bentuk ion
suatu indikator
yang berupa asam organic menurut persamaan keseimbangan (1), apabila dalam
larutan banyak ion H+ atau
dalam suasana asam makakeseimbangan akan kekiri, yaitu kearah bentuk molekul
yang tidak terion. Sebaliknya, dalam suasana basa keseimbangan akan bergeser
kekanan sehingga indikator akan lebih banyak terion, dan warna yang ditunjukkan
merupakan warna dalam bentuk ionnya.
Indikator untuk Titrasi bebas air
Bentuk resonansi yang berbeda dari indikator berlaku baik
untuk titrasi bebas air tapi perubahan warna pada titik akhir titrasi untuk
bervariasi dari titrasi, karena mereka bergantung pada sifat titran. Warna
sesuai dengan titik akhir yang benar dapat didirikan dengan melakukan titrasi
potensiometri sambil mengamati perubahan warna indikator.
Mayoritas
titrasi bebas air dilakukan dengan menggunakan berbagai indikator yang cukup
terbatas di sini adalah beberapa contoh yang khas.
- Kristal Violet: Digunakan
sebagai 0,5% b / v larutan dalam asam asetat glasial. Berubah warna dari
ungu adalah melalui biru diikuti oleh hijau, kemudian menjadi kuning
kehijauan, dalam reaksi di mana basa seperti piridin yang dititrasi dengan
asam perklorat.
- Red: Digunakan sebagai solusi b
/ v 0,2% dalam dioksan dengan kuning untuk mengubah warna merah.
- Naftol Benzein: Bila
dipekerjakan sebagai solusi b / v 0,2% dalam asam etanoat memberikan
kuning untuk mengubah warna hijau. Ini memberi poin akhir tajam di nitro
metana yang mengandung anhidrida etanoat untuk titrasi basa lemah terhadap
asam perklorat.
- Quenaldine Merah: Digunakan
sebagai indikator untuk penentuan obat dalam larutan dimetilformamida. Sebuah
solusi b / v 0,1% dalam etanol memberikan perubahan warna dari merah ungu
ke hijau pucat.
- Biru timol: Digunakan secara
luas sebagai indikator untuk titrasi zat bertindak sebagai asam dalam
larutan dimetil formamida. Sebuah solusi b / v 0,2% dalam metanol
memberikan perubahan warna yang tajam dari kuning ke biru pada titik
akhir.
Tetapan
Dielektrik
Suatu
asam-basa dalam pelarut SH akan mengalami kesetimbangan sebagai berikut;
HB + SH –> H2S+.B-
Dalam
pelarut yang memiliki konstanta dielektrik yang tinggi pasangan ion tersebut
akan terdisosiasi sempurna membentuk ion bebas.
H2S+.B- –> H2S+ + B-
Sehingga reaksi keseluruhan
yang terjadi adalah:
HB + SH –> H2S+ + B-
Disimpulkan
bahwa keasaman dan kebasaan suatu senyawa bergantung pada tetapan ionisasi (Ki)
dan tetapan disosiasi (Kd) dari pelarutyang digunakan. untuk senyawa asam kuat
dapat diasumsikan bahwa Ki >>> 1 maka Ka= Kd dan Kb=Kd. Sedangkan
untuk asam atau basa lemah diasumsikan bahwa Ki<<HNO3>HOAc dan
menyetarakan keasaman asam mineral HClO4, H2SO4 , HCl dan HNO3. Dari kedua
contoh di atas dapat disimpulkan bahwa asam dan basa dalam pelarut amfiprotik
kesempurnaan reaksinya bergantung pada kerakter keasaman dan kebasaan pelarut,
tetapan dielektrik pelarut, keasaman dan kebasaan senyawa, tetapan autoprotolisis
pelarut.
B.
ASIDIMETRI
DALAM PELARUT BEBAS AIR
Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantatif terhadap
senyawa-senyawa yang bersifat basa dengan menggunakan baku asam.
Analisis titrimetri dari sejumlah senyawa-senyawa basa lemah
dalam asam asetat glacial memungkinkan untuk menggunakan larutan baku asam
perklorat sebagai titran. Senyawa-senyawa tersebut adalah senyawa-senyawa
amina, garam-garam amina, garam-garam alkali dari asam-asam organic,
garam-garam dari asam-asam anorganik lemah, dan asam-asam amino.
Pelarut
Pelarut yang digunakan dalam asidimetri bebas air ini dapat
bersifat netral atau bersifat asam. Pemilihan pelarut ditentukan oleh
karakteristik dari senyawa yang akan ditentukan kadarnya.
Pelarut-pelarut netral seperti alcohol, kloroform, benzene,dan
dioksan atau asetil asetat merupakan pelarut aprotik dan amfiprotik. Sedangkan
pelrut yang bersifat asam seperti asam asetat glacial, asam asetat anhidrat
digunakan untuk senyawa-senyawa yang bersifat basa.
Indikator
Untuk titrasi basa
lemah dan garam-garamnya:
1. Kristal
violet
2. Metilrosanilin
klorida
3. Merah
kuinaldin
4. Alfa
– naftol benzein
5. Hijau
malakit
Untuk senyawa basa yang
relative lebih kuat:
1. Metal
merah
2. Metal
orange
3. Timol
blue
Larutan
baku
Titran yang paling
sering digunakan adalah asam perklorat, dalam pelarut asam asetat glacial atau
pelarut yang relative netral seperti dioksan. Titran ini berfungsi sebagai
larutan baku. Asam perklorat merupakan asam terkuat yang sudah umum yang
bereaksi sempurna dengan basa-basa lemah.
Contoh
pembakuan asam perklorat 0,1 N
Prosedur :
Timbang
kurang lebih 700 mg kalium biftalat secara saksama (sebelumnya dipanaskan pada
suhu 105oC selama 3 jam), larutkan dalam asam asetat glacial dalam
Erlenmeyer 250 ml. Tambahkan 2 tetes indikator Kristal violet dan titrasi
dengan asam perklorat hingga warna violet menjadi biru kehijauan.
Tiap ml asam
perklorat 0,1 N setara dengan 20,42 mg kalium biftalat.
Penetapan
Kadar
·
Titrasi Bebas Air Cara I ( FI III : 823)
Untuk
basa dan garamnya kecuali dinyatakan lain, larutkan sejumlah zat seperti yang
tertera pada masing – masing monografi dalam sejumlah volume asam asetat
glacial P yang sebelumnya telah dinetralkan dengan asam perklorat 0,1 N
menggunakan indicator Kristal violet P ,bila perlu dihangatkan kemudian
dinginkan. Titrasi dengan asam perklorat 0,1 N hingga perubahan warna indicator
sampai sesuai dengan harga maksimum dF/dV. Jika titrasi dilakukan secara
potensiometri, E adalah daya elektrotik dalam mV dan V adalah volume dalam
ml.
·
Coffein ( FI III : 175)
Lakukan
penatapan menurut Cara I yang tertera
pada Titrasi Bebas Air menggunakan 400mg yang ditimbang seksama larutkan
dalam 40 ml anhidrat asetat P, panaskan, dinginkan, tambahkan 80 ml benzene P.
1
ml asam perklorat 0,1 N setara dengan 19,42 mg C8H10N4O2
Mekanisme Kerja
Coffein
1) Disiapkan
alat dan bahan.
2) Ditimbang
52 mg coffein.
3) Dimasukkan
dalam Erlenmeyer.
4) Ditambah
2 tetes indikator Kristal violet.
5)
Titrasi dengan HClO3 ad larutan warna hijau zamrud.

Mekanisme Reaksi
Ø Reaksi
titran dengan pelarut













O O
Ø Reaksi
sampel dengan pelarut






























O
N N O
Coffein






O
Ø Reaksi
titran dengan sampel

































CH3 CH3
Coffein
Perhitungan
Data
SAMPEL
Coffein (BM 194,19)
|
BERAT SAMPEL
(mg)
|
VOLUME TITRAN
(ml)
|
1
|
260
|
8,75
|
2
|
260
|
9,00
|
3
|
260
|
9,50
|

Mg
sampel

260

260

260
% kadar rata-rata
= 96,07 % + 98,81 % + 104,30 % =
99,73 %
3
Cara
2 : mgrek Coffein = mgrek HCLO4
% kadar 1 = mg/BE
= V. N
mg/194,2 = 8,75 x 0,1470
mg =
249,79
= =

=

% kadar 2 =
mg/BE = V. N
mg/194,2 = 9,00 x 0,1470
mg = 256,93
=

=

% kadar 3 =
mg/BE = V. N
mg/194,2 = 9,50 x 0,1470
mg =
271,20
=

=

%
kadar rata-rata = 

Menurut FI III
Koffeina
mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0% C8H10N4O2 dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan.
Jadi
kadar kaffeina masuk rentang kadar sesuai literatur, dengan kadar kaffeina 99,73
%
C.
ALKALIMETRI
DALAM PELARUT BEBAS AIR
Alkalimetri
adalah penetapan kadar senyawa-senyawa yang bersifat asam dengan menggunakan
baku basa.
Beberapa
senyawa yang bersifat asam lemah dapat ditetapkan kadarnya secara kuantitatif
dalam pelarut bebas air yang sesuai dengan titik akhir yang tajam.
Senyawa-senyawa tersebut adalah asam-asam halide, asam-asam anhidrida,asam-asam
amino, fenol, sulfonamide, dan garam-garam organic dari asam-asam organic.
Asam
borat yang merupakan asam anorganik lemah dapat dengan mudah dititrasi dengan
menggunakan etilendiamin sebagai titran. Ketiga H+ dari H3BO3
dapat dideteksi dengan menggunakan potensiometer untuk mengamati
terjadinya titik akhir titrasi.
Pelarut
Pelarut-pelarut
yang bersifat basa seperti etilen diamin dapat meningkatkan keasaman dari
asam-asam lemah seperti fenol sehingga fenol dapat ditetapkan kadarnya secara
kuaintitatif dengan menggunakan larutan baku litium atau Natrium metoksida.
Faktor
– faktor yang dipertimbangkan dalam memilih pelarut:
1. Kelarutan
dari senyawa- senyawa yang akan dianalisis dalam pelarut
2. Kekuatan
relatif kebasaan dari pelarut
3. Ketajaman
titik akhir
4. Ketidak
reaktifan pelarut
Indikator
Pengamatan titik akhir dapat menggunakan potensiometer atau
secara visual. Penggunaan potensiometer merupakan pemilihan utama untuk
menentukan titik akhir titrasi bebas air. Pemilihan indikator secara visual
berdasarkan pengalaman empiric dan dilakukan secara trial and error. Pengalaman
menunjukkan bahwa azo violet merupakan indikator pilihan untuk titrasi
asam-asam yang keasamannya lemah atau medium dalam pelarut butil amin; timol
blue merupakan indikator pilihan untuk titrasi asam-asam yang keasamannya lemah
atau medium dalam pelarut dimetil formamid.
Dalam titrasi dengan logam alkoholat, azo violet akan
berubah warna sebelum timol blue. Warna biru cerah merupakan warna titik akhir
titrasi untuk indikator azo violet dan timol blue.
Contoh
pembakuan Natrium metoksida
Larutkan kurang
lebih 400 mg asam benzoate yang ditimbang saksama dalam 80 ml dimetil
formamida, tambahkan 3 tetes indikator timol blue dan titrasi dengan Natrium
metoksida sampai terbentuk warna biru. Lakukan koreksi banyaknya volume Natrium
metoksida yang diperlukan untuk mentitrasi 80 ml dimetil formamida.
Tiap ml Natrium metoksida 0,1 N setara dengan
12,21 mg asam benzoate.
Larutan
baku
Titran
yang sering digunakan pada TBA senyawa-senyawa yang bersifat asam lemah adalah
natrium metoksida , litium metoksida dalam methanol, atau tetrabutil
ammonium hidroksida dalam dimetilformamid.
Kalium
metoksida yang merupakan basa yang lebih kuat, tidak digunakan karena dapat
membentuk endapan gelatinus. Dalam beberapa keadaan yang mana natrium metoksida
juga membentuk endapan gelatinus maka litium metoksida merupakan pilihan.
Titran-titran basa lainnya adalah natrium aminometoksida (merupakan basa yang
paling kuat), dan natrium trifenilmetan yang digunakan untuk senyawa-senyawa
yang bersifat asam lemah seperti fenol dan pirol.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1979. Farmakope Indonesia III. Jakarta: Depkes RI.
Diakses
pada tanggal 14 Oktober 2012, pukul 8:45
Gandjar, I.G., dkk. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Mursyidi,
Ahmad Dr., Rohman, Abdul. 2008. Volumetri
dan Gravimetri. Yogyakarta: UGM Press.
Underwood., Day. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta:
Erlangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar