Minggu, 11 November 2012

TITRASI BEBAS AIR


TITRASI BEBAS AIR


A.    PENDAHULUAN
Asam-asam dan basa-basa lemah seperti alkaloid dan asam-asam organik sukar larut dalam air dan kurang reaktif tidak dapat ditetapkan kadarnya secara titrasi dengan asam atau basa (asidimetri atau alkalimetri) dalam pelarut air. Kesulitan ini dapat diatasi dengan melaksanakan titrasi dalam lingkungan yang bebas air atau menggunakan pelarut yang bukan air.
Pada dasarnya titrasi bebas air termasuk reaksi netralisasi juga, tetapi berbeda dengan konsep netralisasi dari Arhenius yang menyatakan bahwa reaksi netralisasi adalah reaksi antara ion-ion hydrogen dengan ion-ion hidroksida dalam larutan asam-basa berair; titrasi suatu senyawa asam dengan larutan baku basa; titrasi suatu senyawa basa dengan larutan baku asam. Dalam larutan berair netralisasi juga dapat diinterpretasikan sebagai reaksi antara pemberi proton ( proton donor ) dan penerima proton ( proton akseptor)
Teori TBA sangat singkat, sebagai berikut : air dapat bersifat asam lemah dan basa lemah. Oleh karena itu, dalam lingkungan air, air dapat berkompetisi dengan asam-asam atau basa-basa yang sangat lemah dalam hal menerima atau memberi proton, sebagaimana ditunjukkan pada reaksi :

H2O + H+                      H3O+
Akan berkompetisi dengan     RNH2 + H+              RNH3+
H2O + B                  OH + BH+
Akan berkompetisi dengan     ROH + B            RO- + BH+
                 Reaksi kompetisi air dengan asam lemah dengan basa lemah                                      untuk memberi atau menerima proton
                 Adanya pengaruh kompetisi ini berakibat pada kecilnya titik infleksi pada kurva tritrasi asam sangat lemah dan basa sangat lemah sehingga mendekati batas pH 0 dan 14. Oleh karena itu deteksi titik akhir titrasi sangat sulit. Sebagai aturan umum : basa-basa dengan pKa < 7 atau asam-asam dengan pKa > 7 tidak dapat ditentukan kadarnya secara tepat pada media air. Berbagai macam pelarut organic dapat digunakan untuk menggantikan air, karena pelarut-pelarut ini kurang berkompetisi secara efektif dengan analit dalam hal menerima atau memberi proton. 
                                                                           
Pelarut
Titrasi bebas air (TBA) merupakan prosedur titrimetri yang paling umum yang digunakan untuk uji-uji dalam farmakope. Metode ini mempunyai 2 keuntungan, yaitu (i) Metode ini cocok untuk titrasi asam-asam atau basa-basa yang sangat lemah, dan (ii) pelarut yang digunakan adalah pelarut organik yang juga mampu melarutkan analit-analit organik. Prosedur yang paling umum digunakan untuk titrasi basa-basa organik adalah dengan menggunakan titran asam perklorat dalam asam asetat.
Adanya air harus dihindari pada titrasi bebas air, karna adanya H2O yang merupakan basa lemah akan berkompetisi dengan basa-basa nitrogen lemah untuk bereaksi dengan asam perklorat (HCLO4) yang digunakan sebagai titran menurut reaksi:
H2O + HCLO4                     H3O+ + CLO4-
 RNH2 +  HCLO4                RNH3 +  CLO4-
Disamping itu dengan adanya air maka ketajaman titik akhir juga akan  berkurang. Secara eksperimen, adanya air tidak boleh lebih dari 0,05% sehingga tidak mengakibatkan pengaruh yang nyata pada pengamatan titik akhir titrasi.

Untuk lebih memahami tentang titrasi bebas air, berikut adalah definisi istilah pelarut yang  digunakan :
1.      Pelarut aprotik
Adalah pelarut yang dapat menurunkan ionisasi asam-asam dan basa-basa. Termasuk dalam kelompok pelarut ini adalah pelarut-pelarut non polar seperti benzene, karbon tetraklorida serta hidrokarbon alifatik.

2.      Pelarut protofilik ( proto = proton, filik = suka )
Adalah pelarut yang dapat menaikkan ionisasi asam lemah dengan menggabungkan proton yang dimilikinya. Dengan demikian senyawa-senyawa yang bersifat basa seperti n-butil amin, piridin, dimetil formamid, trimetil amin termasuk dalam kelompok ini. Pelarut ini biasa digunakan dalam analisis senyawa-senyawa yang bersifat asam lemah seperti fenol.

3.      Pelarut protogenik
Adalah pelarut yang mengahsilkan proton. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah asam-asam kuat seperti asam klorida dan asam sulfat. Pelarut kelompok ini kurang bermanfaat dalam titrasi bebas air.

4.      Pelarut amfiprotik
Adalah pelarut yang mempunyai sifat gabungan dari protofilik dan protogenik sehingga pelarut ini dapat menghasilkan atau menerima poton. Yang termasuk pelarut kelompok ini adalah air, alcohol, dan asam asetat glacial. Sebagai contoh asam asetat dapat menghasilkan ion asetat  dan proton.

Kemampuan Pelarut Untuk Mendiferensiasi
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa air meratakan mineral – mineral yang terdapat di dalam asam – asam perklorat, klorida, dan nitrat. Artinya, dalam larutan berair, asam ini nampak sama kuat. Namun dalam pelarut asam seperti asam asetat, kekuatan asam perklorat yang lebih besar atas, misalnya asam klorida, memungkinkan asam perklorat untuk dititrasi dalam satu tahap terpisah dari asam klorida tersebut. Dari kedua kesetimbangan:
       HClO4 + HOAc                H2OAc+ + ClO-4

            HCl + HOAc               H2OAc+ +Cl-

Yang pertama berjalan lebih banyak kekanan dari pada yang kedua. Sehingga dalam titrasi suatu campuran dua asam dalam pelarut asam asetat, terhadap dua patahan dalam kurva titrasi, dan asam tersebut dikatakan terdiferensiasi.

Larutan Baku (standar)
       Semua perhitungan dalam titrimetri didasarkan pada konsentrasi titrasi titran sehingga konsentrasi titran harus dibuat secara teliti. Titran semacam ini disebut dengan larutan baku (standar). Konsentrasi larutan dapat dinyatakan dengan normalitas, molaritas, atau bobot per volume.
       Suatu larutan standar dapat dibuat dengan cara melarutkan sejumlah senyawa baku tertentu yang sebelumnya senyawa tersebut ditimbang secara tepat dalam volume larutan yang diukur dengan tepat. Larutan standar ada dua macam yaitu larutan baku primer dan larutan baku sekunder. Larutan baku primer mempunyai kemurnian yang tinggi. Larutan baku sekunder harus dibakukan dengan larutan baku primer. Suatu proses dimana larutan baku sekunder dibakukan dengan larutan baku primer disebut dengan standarisasi.



       Suatu senyawa dapat digunakan sebagai baku primer jika memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a)      Mudah didapat, dimurnikan, dikeringkan dan disimpan dalam keadaan murni
b)      Mempunyai kemurnian yang sangat tinggi (100 ± 0,02%) atau dapat dimurnikan dengan penghabluran kembali
c)      Tida berubah selama penimbangan (zat yang higroskopis bukan merupakan baku primer)
d)     Tidak teroksidasi oleh O2 dari udara dan tidak berubah oleh CO2 dari udara
e)      Susunan kimianya tepat sesuai jumlahnya
f)       Mempunyai berat ekivalen yang tinggi, sehingga kesalahan penimbangan akan menjadi lebih kecil
g)      Mudah larut
h)      Reaksi dengan zat yang ditetapkan harus stoikiometri, cepat dan terukur

Indikator
       Netralisasi adalah reaksi antara ion H+ dari asam dan ion OH- dan membentuk molekul air. Reaksi netralisasi harus sesempurna mungkin. Untuk mencapai maksud tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti tersebut dibawah ini:
1.      Dengan terbentuknya hasil reaksi yang mengalami disosiasi lemah
2.      Dengan terjadinya hasil reaksi sebagai gas atau sebagai endapan
3.      Dengan memisahkan ion sebahai ion kompleks
Untuk menentukan titik akhir titrasi (titik ekivalen) pada proses netralisasi ini digunakan indikator.
Menurut W. Ostwald, indikator adalah suatu senyawa organic komplek dalam bentuk asam (HIn) atau dalam bentuk basa (InOH) yang mampu dalam berada dalam keadaan dua macam bentuk warna yang berbeda dan dapat saling berubah warna dari bentuk satu ke bentuk yang lain pada konsentrasi H+  atau pada pH tertentu.

Indikator yang berupa asam   HIn              H+ In- ………(1)
Indikator yang berupa basa   InOH             In+  H-……...(2)
                                             Warna                   warna
bentuk molekul       bentuk ion

suatu indikator yang berupa asam organic menurut persamaan keseimbangan (1), apabila dalam larutan banyak ion H+   atau dalam suasana asam makakeseimbangan akan kekiri, yaitu kearah bentuk molekul yang tidak terion. Sebaliknya, dalam suasana basa keseimbangan akan bergeser kekanan sehingga indikator akan lebih banyak terion, dan warna yang ditunjukkan merupakan warna dalam bentuk ionnya.
Indikator untuk Titrasi bebas air
Bentuk resonansi yang berbeda dari indikator berlaku baik untuk titrasi bebas air tapi perubahan warna pada titik akhir titrasi untuk bervariasi dari titrasi, karena mereka bergantung pada sifat titran. Warna sesuai dengan titik akhir yang benar dapat didirikan dengan melakukan titrasi potensiometri sambil mengamati perubahan warna indikator.
Mayoritas titrasi bebas air dilakukan dengan menggunakan berbagai indikator yang cukup terbatas di sini adalah beberapa contoh yang khas.
  • Kristal Violet: Digunakan sebagai 0,5% b / v larutan dalam asam asetat glasial. Berubah warna dari ungu adalah melalui biru diikuti oleh hijau, kemudian menjadi kuning kehijauan, dalam reaksi di mana basa seperti piridin yang dititrasi dengan asam perklorat.
  • Red: Digunakan sebagai solusi b / v 0,2% dalam dioksan dengan kuning untuk mengubah warna merah.
  • Naftol Benzein: Bila dipekerjakan sebagai solusi b / v 0,2% dalam asam etanoat memberikan kuning untuk mengubah warna hijau. Ini memberi poin akhir tajam di nitro metana yang mengandung anhidrida etanoat untuk titrasi basa lemah terhadap asam perklorat.
  • Quenaldine Merah: Digunakan sebagai indikator untuk penentuan obat dalam larutan dimetilformamida. Sebuah solusi b / v 0,1% dalam etanol memberikan perubahan warna dari merah ungu ke hijau pucat.
  • Biru timol: Digunakan secara luas sebagai indikator untuk titrasi zat bertindak sebagai asam dalam larutan dimetil formamida. Sebuah solusi b / v 0,2% dalam metanol memberikan perubahan warna yang tajam dari kuning ke biru pada titik akhir.

Tetapan Dielektrik
Suatu asam-basa dalam pelarut SH akan mengalami kesetimbangan sebagai berikut;
HB + SH –> H2S+.B-
Dalam pelarut yang memiliki konstanta dielektrik yang tinggi pasangan ion tersebut akan terdisosiasi sempurna membentuk ion bebas. 
H2S+.B- –> H2S+ + B-
Sehingga reaksi keseluruhan yang terjadi adalah:
HB + SH –> H2S+ + B-
Disimpulkan bahwa keasaman dan kebasaan suatu senyawa bergantung pada tetapan ionisasi (Ki) dan tetapan disosiasi (Kd) dari pelarutyang digunakan. untuk senyawa asam kuat dapat diasumsikan bahwa Ki >>> 1 maka Ka= Kd dan Kb=Kd. Sedangkan untuk asam atau basa lemah diasumsikan bahwa Ki<<HNO3>HOAc dan menyetarakan keasaman asam mineral HClO4, H2SO4 , HCl dan HNO3. Dari kedua contoh di atas dapat disimpulkan bahwa asam dan basa dalam pelarut amfiprotik kesempurnaan reaksinya bergantung pada kerakter keasaman dan kebasaan pelarut, tetapan dielektrik pelarut, keasaman dan kebasaan senyawa, tetapan autoprotolisis pelarut.

B.     ASIDIMETRI DALAM PELARUT BEBAS AIR
       Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantatif terhadap senyawa-senyawa yang bersifat basa dengan menggunakan baku asam.
       Analisis titrimetri dari sejumlah senyawa-senyawa basa lemah dalam asam asetat glacial memungkinkan untuk menggunakan larutan baku asam perklorat sebagai titran. Senyawa-senyawa tersebut adalah senyawa-senyawa amina, garam-garam amina, garam-garam alkali dari asam-asam organic, garam-garam dari asam-asam anorganik lemah, dan asam-asam amino.

Pelarut
       Pelarut yang digunakan dalam asidimetri bebas air ini dapat bersifat netral atau bersifat asam. Pemilihan pelarut ditentukan oleh karakteristik dari senyawa yang akan ditentukan kadarnya.
       Pelarut-pelarut netral seperti alcohol, kloroform, benzene,dan dioksan atau asetil asetat merupakan pelarut aprotik dan amfiprotik. Sedangkan pelrut yang bersifat asam seperti asam asetat glacial, asam asetat anhidrat digunakan untuk senyawa-senyawa yang bersifat basa.


Indikator
Untuk titrasi basa lemah dan garam-garamnya:
1.      Kristal violet
2.      Metilrosanilin klorida
3.      Merah kuinaldin
4.      Alfa – naftol benzein
5.      Hijau malakit
Untuk senyawa basa yang relative lebih kuat:
1.      Metal merah
2.      Metal orange
3.      Timol blue

Larutan baku
       Titran yang paling sering digunakan adalah asam perklorat, dalam pelarut asam asetat glacial atau pelarut yang relative netral seperti dioksan. Titran ini berfungsi sebagai larutan baku. Asam perklorat merupakan asam terkuat yang sudah umum yang bereaksi sempurna dengan basa-basa lemah.

Contoh pembakuan asam perklorat 0,1 N
Prosedur :
Timbang kurang lebih 700 mg kalium biftalat secara saksama (sebelumnya dipanaskan pada suhu 105oC selama 3 jam), larutkan dalam asam asetat glacial dalam Erlenmeyer 250 ml. Tambahkan 2 tetes indikator Kristal violet dan titrasi dengan asam perklorat hingga warna violet menjadi biru kehijauan.
Tiap ml asam perklorat 0,1 N setara dengan 20,42 mg kalium biftalat.
Penetapan Kadar

·         Titrasi Bebas Air Cara I (  FI III : 823)
Untuk basa dan garamnya kecuali dinyatakan lain, larutkan sejumlah zat seperti yang tertera pada masing – masing monografi dalam sejumlah volume asam asetat glacial P yang sebelumnya telah dinetralkan dengan asam perklorat 0,1 N menggunakan indicator Kristal violet P ,bila perlu dihangatkan kemudian dinginkan. Titrasi dengan asam perklorat 0,1 N hingga perubahan warna indicator sampai sesuai dengan harga maksimum dF/dV. Jika titrasi dilakukan secara potensiometri, E adalah daya elektrotik dalam mV dan V adalah volume dalam ml.  

·         Coffein (  FI III : 175)
Lakukan penatapan menurut  Cara I  yang tertera  pada Titrasi Bebas Air menggunakan 400mg yang ditimbang seksama larutkan dalam 40 ml anhidrat asetat P, panaskan, dinginkan, tambahkan 80 ml benzene P.
1 ml asam perklorat 0,1 N setara dengan 19,42 mg C8H10N4O2

Mekanisme  Kerja

Coffein
1)      Disiapkan alat dan bahan.
2)      Ditimbang 52 mg coffein.
3)      Dimasukkan dalam Erlenmeyer.
4)      Ditambah 2 tetes indikator Kristal violet.
5)      Titrasi dengan HClO3                ad larutan warna hijau zamrud.







Mekanisme Reaksi
Ø  Reaksi titran dengan pelarut
                            O     O                              O       O
HClO4    + CH3 –C     C – CH3                 CH3-C        C­-CH3          , H+ + ClO4
                               O                                       O

Ø  Reaksi sampel dengan pelarut
                                 CH3                                                                                        
                   O           N                                                                                N
CH3 – N                             +   CH3 – C        C-CH3       CH3    N                                                                                            
     O          N                   N                     O                                       
     Coffein
                O         O                     
   + CH3  - C         C- CH3
                      O

Ø  Reaksi titran dengan sampel
               O          CH3
                            N                                                   O          N
CH3-N                       N    H+  + ClO4-        CH3-N                            +HClO4                  O              N                                                                      O               N
   CH3                                                              CH3
                   Coffein





Perhitungan

 Data
SAMPEL
Coffein (BM 194,19)
BERAT SAMPEL
(mg)
VOLUME TITRAN
(ml)
1
260
8,75
2
260
9,00
3
260
9,50

                   Cara 1 =      V. N.  BE
                                       Mg sampel 
                     % kadar 1 = 8,75  x 0,1470 x 194,2    x  100%   = 96,07 %
                                                        260
                     % kadar 2 = 9,00  x  0,1470 x 194,2    x  100%  = 98,81 %
                                                        260
                     % kadar 3 = 9,50  x 0,1470 x 194,2    x  100% = 104,30 %
                                                        260                  
% kadar rata-rata =   96,07 % + 98,81 % + 104,30 %      =   99,73 %
3
Cara 2 :  mgrek Coffein = mgrek HCLO4
     % kadar 1 =   mg/BE  =  V. N
                           mg/194,2 = 8,75  x 0,1470
                                     mg = 249,79
                       = =                              
                       =                                              
  % kadar 2 =   mg/BE  =  V. N
                        mg/194,2 = 9,00  x 0,1470
                                  mg = 256,93
                       =                              
                       =                       
  % kadar 3 =   mg/BE  =  V. N
                        mg/194,2 = 9,50 x  0,1470
                                  mg =  271,20
                      =                                 
                       =                              
% kadar rata-rata =
Menurut FI III
Koffeina mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0% C8H10N4O2   dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Jadi kadar kaffeina masuk rentang kadar sesuai literatur, dengan kadar kaffeina 99,73 %

C.    ALKALIMETRI DALAM PELARUT BEBAS AIR
Alkalimetri adalah penetapan kadar senyawa-senyawa yang bersifat asam dengan menggunakan baku basa.
Beberapa senyawa yang bersifat asam lemah dapat ditetapkan kadarnya secara kuantitatif dalam pelarut bebas air yang sesuai dengan titik akhir yang tajam. Senyawa-senyawa tersebut adalah asam-asam halide, asam-asam anhidrida,asam-asam amino, fenol, sulfonamide, dan garam-garam organic dari asam-asam organic.
Asam borat yang merupakan asam anorganik lemah dapat dengan mudah dititrasi dengan menggunakan etilendiamin sebagai titran. Ketiga H+ dari H3BO3 dapat dideteksi dengan menggunakan potensiometer untuk mengamati terjadinya titik akhir titrasi.

Pelarut
          Pelarut-pelarut yang bersifat basa seperti etilen diamin dapat meningkatkan keasaman dari asam-asam lemah seperti fenol sehingga fenol dapat ditetapkan kadarnya secara kuaintitatif dengan menggunakan larutan baku litium atau Natrium metoksida.
Faktor – faktor yang dipertimbangkan dalam memilih pelarut:

1.      Kelarutan dari senyawa- senyawa yang akan dianalisis dalam pelarut
2.      Kekuatan relatif kebasaan dari pelarut
3.      Ketajaman titik akhir
4.      Ketidak reaktifan pelarut

Indikator
          Pengamatan titik akhir dapat menggunakan potensiometer atau secara visual. Penggunaan potensiometer merupakan pemilihan utama untuk menentukan titik akhir titrasi bebas air. Pemilihan indikator secara visual berdasarkan pengalaman empiric dan dilakukan secara trial and error. Pengalaman menunjukkan bahwa azo violet merupakan indikator pilihan untuk titrasi asam-asam yang keasamannya lemah atau medium dalam pelarut butil amin; timol blue merupakan indikator pilihan untuk titrasi asam-asam yang keasamannya lemah atau medium dalam pelarut dimetil formamid.
          Dalam titrasi dengan logam alkoholat, azo violet akan berubah warna sebelum timol blue. Warna biru cerah merupakan warna titik akhir titrasi untuk indikator azo violet dan timol blue.




Contoh pembakuan Natrium metoksida
          Larutkan kurang lebih 400 mg asam benzoate yang ditimbang saksama dalam 80 ml dimetil formamida, tambahkan 3 tetes indikator timol blue dan titrasi dengan Natrium metoksida sampai terbentuk warna biru. Lakukan koreksi banyaknya volume Natrium metoksida yang diperlukan untuk mentitrasi 80 ml dimetil formamida.
 Tiap ml Natrium metoksida 0,1 N setara dengan 12,21 mg asam benzoate.




Larutan baku
Titran yang sering digunakan pada TBA senyawa-senyawa yang bersifat asam lemah adalah natrium metoksida , litium metoksida dalam methanol, atau tetrabutil ammonium hidroksida dalam dimetilformamid.
Kalium metoksida yang merupakan basa yang lebih kuat, tidak digunakan karena dapat membentuk endapan gelatinus. Dalam beberapa keadaan yang mana natrium metoksida juga membentuk endapan gelatinus maka litium metoksida merupakan pilihan. Titran-titran basa lainnya adalah natrium aminometoksida (merupakan basa yang paling kuat), dan natrium trifenilmetan yang digunakan untuk senyawa-senyawa yang bersifat asam lemah seperti fenol dan pirol.



DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1979. Farmakope Indonesia III. Jakarta: Depkes RI.
Astutinur, rini. 2012. Titrasi-bebas-air. http://riniastutinur.blogspot.com
            Diakses pada tanggal 14 Oktober 2012, pukul 8:45
Gandjar, I.G., dkk. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Mursyidi, Ahmad Dr., Rohman, Abdul. 2008. Volumetri dan Gravimetri. Yogyakarta: UGM Press.
Underwood., Day. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar